![]() |
Sumber gambar: http://yogyakarta.panduanwisata.id/ |
Sebagai orang yang hampir lima tahun
menjadi mahasiswa dengan segala keterbatasannya. Selama itu pula saya merasakan
betapa warung burjo telah menyelamatkan saya, ketika saya dilanda kelaparan di
tengah malam. Meskipun banyak juga angkringan yang buka sampai pagi, namun
tidak seperti halnya dengan warung burjo yang buka selama 24 jam. Warung burjo
meski sudah larut malam menawarkan makanan-makanan baru yang masih anget,
kebayang kan dalam kondisi lapar di tengah malam langsung disodorin mendoan
anget yang baru diangkat dari wajan penggorengan, nyam nyam nyam. . . Nikmat
mendoan anget mana lagi yang engkau dustakan wahai mahasiswa kelaparan.
Tidak seperti warung-warung makan
lainnya, warung burjo, semakin malam, semakin ramai, bahkan dini hari pun
warung burjo masih ramai dengan mahasiswa-mahasiswa yang kelaparan. Di solo
saya memiliki warung burjo langganan saya, yaitu warung burjo depan Taman
Budaya Surakarta (TBS), bahkan saya pernah habis subuh langsung ke sana
menikmati nasi goreng dan mendoan angetnya. Tentu tak lengkap rasanya jika
pergi ke warung burjo tanpa mereka, teman-teman saya yang begundal-begundal
itu.
Di warung burjo saya seperti
diperlihatkan hal yang menurut saya “aneh”. Betapa tidak! saya yang dibesarkan
dari keluarga jawa yang kondang akan unggah-ungguh-nya
melihat mahasiswi yang unyu-unyu itu masih berkeliaran di tengah dinginnya
malam kota solo. Saya sering membatin, ini mahasiswi jam segini masih
berkeliaran di warung burjo emang sengaja atau emang kelaparan. Dan kenapa
harus ke warung burjo yang kebanyakan berisi begundal-begundal yang sedang kelaparan
tengah malam, seperti saya ini.
Warung burjo seperti halnya industri waralaba
macam alfamart maupun indomart yang menyebar di area-area sekitar kampus. Dan jika
diperhatikan orang-orang yang bekerja di warung burjo kebanyakan adalah
orang-orang sunda. Dan sampai detik ini saya masih penasaran siapa pemilik merk
dagang warung burjo itu. Warung burjo, yang artinya warung bubur kacang ijo,
namun kenyataannya bukan hanya menjual bubur kacang ijo, melainkan menu-menu
lainnya seperti warung-warung nasi pada umumnya.
Meski bisnis warung burjo semakin
menjamur, namun rasa-rasanya akan sulit untuk mengalahkan dominasi angkringan
di kota solo. Mungkin warung burjo banyak tersebar di area-area dekat kampus,
namun masih kalah jauh dengan angkringan yang tersebar disudut-sudut gang kos,
maupun di sudut-sudut perkampungan, dengan sangat mudah akan menjumpai
angkringan. Untuk angkringan, sepertinya saya harus meluangkan waktu tersendiri
untuk menuliskannya di lain kesempatan, hehehe
Ada menu andalan saya, atau bisa
dibilang makanan favorit saya ketika berkunjung ke warung burjo. Indomie rebus
pakai telur. Saya masih heran, kenapa indomie di warung burjo lebih enak dari
pada buatan saya sendiri. Sudah sering saya membuat makanan sendiri namun saya
selalu gagal membuat indomie rebus ala warung burjo. Dan mungkin hanya satu
yang bisa mengalahkan rasa enaknya indomie rebus ala burjo, yaitu indomie rebus
buatan kamu, iyaaa kamuuu J
Saya menjadi orang yang sangat
bersalah ketika warung burjo tidak saya masukan ke dalam daftar ucapan terima
kasih di skripsi saya. dan pada kesempatan kali ini, ijinkan saya untuk
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada warung burjo beserta
jajaran managemennya, karena tanpa kalian, kami tidak akan bisa menikmati lezatnya
indomie rebus buatan kalian. Bagi kalian mahasiswa-mahasiswi, sudahkan kalian makan
indomie hari ini?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar