Kemaren sore langit Kartasura begitu
gemuruh, dengan kilat menyambar-nyambar, sepertinya hujan akan segera turun.
Setelah sholat magrib, aku memutuskan untuk main ke solo, setelah sebelumnya
aku urungkan niatku untuk “memperawani” kedai roti bakar dan juice milik
temanku, dengan berkunjung ke sana
ketika soft opening-nya. Namun waktu itu, aku
belum bisa ke sana karena masih ada urusan lain yang harus kuprioritaskan.
Aku mulai memasukan barang-barang
yang biasa aku bawa ketika bepergian ke dalam tas kecilku, seperti handphone, powerbank, buku catatan kecil
serta dompet tentunya. Kemudian aku mengambil jas hujan dan memasukan ke dalam
jok motorku karena aku tahu dari status BBM
teman-temanku bahwa solo sedang hujan. Aku berangkat dengan motor maticku yang
kubeli dengan keringat ketekku sendiri, kemudian mampir dulu ke ATM
sebentar untuk mengambil dua lembar uang pecahan lima puluh ribuan, kemudian
aku melanjutkan lagi perjalananku ke solo. Tidak seperti biasanya, aku yang
biasa lewat Colomadu ketika pergi ke Solo, kali ini aku ingin lewat Kartasura
dan melintasi jalan slamet riyadi.
Jalanan lumayan ramai lancar meskipun
kondisinya sedang sedikit gerimis tipis, namun sialnya aku lupa membawa headset, untuk mendengarkan lagu-lagu
sendu yang tersimpan dalam memori handphone-ku,
untuk mengusir rasa bosanku ketika dalam perjalanan. Karena bisa dibilang, aku
masih gagap dalam mengendarai motor maticku yang sekali lagi kubeli dengan
keringat ketekku sendiri, sehingga aku hanya berkendara dengan kecepatan
rata-rata 50km/jam saja. Meski sudah hampir satu tahun, aku belum begitu fasih menggunakan kendaraan matic. Menurutku
daya cengkram rem (baik rem depan maupun belakang) kurang responsive ketika melakukan pengereman secara mendadak. Jadilah aku
berkendara dengan kecepatan yang standar saja, mengingat kondisi aspal yang kala
itu juga lumayan licin karena hujan.
Hujan tipis mulai menjadi
butiran-butiran gerimis yang lumayan deras, ketika aku sampai di deaerah kampus
UMS, namun aku tidak segera menepi untuk mengenakan jas hujanku. Aku sedang
ingin berhujan-hujan di antara pengendara lainnya ketika hujan mulai turun
lumayan deras, sekalian aku juga ingin menguji daya tahan tubuhku.
Sampai di depan Solo Square hingga
menuju lampu merah pertigaan RS. Pantiwaluyo, aku mulai muak dengan lalu lintas
kota solo yang nampak begitu semrawut, selama lima tahun hidup di kota kecil
ini, baru kali ini aku merasa muak dengan hal itu. Aku harus menyelinap di
sela-sela mobil hingga hampir menyenggol kaca spion mobil Honda Jazz berwarna
merah, untuk segera keluar dari padatnya lalu lintas di daerah tersebut. Namun
rasa muakku berangsur-angsur segera memudar kala aku sudah melintasi rel kereta
api di dekat stasiun purwosari. Setelah melewati stasiun purwosari, jalanan
menjadi ramai lancar, meski ada beberapa lampu lalu lintas yang tidak berfunsi
karena mati. “Ini baru kota Solo” dalam hatiku ketika melintasi jalanan slamet
riyadi.
Setelah itu aku melewati kampus
psikologi, Mesen, kampus dimana aku menuntut ilmu. Kemudian aku juga ingin melihat
bagaimana dengan kondisi kosanku dulu. Kos-kosanku dulu yang menurut
teman-temanku lebih mirip dengan sarang teroris itu, kini sudah berubah menjadi
sebuah bangunan berlantai dua. Aku tidak tahu apakah itu akan digunakan untuk
rumah pribadi atau ingin dijadikan kos-kosan lagi. Yang aku tahu, rumah itu kini
sudah berpindah tangan dari pemilik lama.
Kemudian aku masuk menuju kampus
pusat UNS, Ketingan, masuk melalui gerbang depan kampus pusat. Tidak ada yang
banyak berubah dari kampus itu, kecuali gedung perpustakaan yang nampak masih
dalam tahap pembangunan. Aku teringat ketika pertama kali masuk ke kampus ini,
dan merasakan betapa sejuknya kala di siang hari, serta betapa dinginnya di
kala malam hari, karena banyak pohon besar di sekitaran kampus UNS, yang nampak
indah ketika musim gugur.
Kemudian aku keluar kampus pusat UNS
melalui gerbang belakang, melewati depan Masjid Nurul Huda yang berdiri gagah
dan megah itu, setelah itu keluar dari gerbang belakang, aku kemudian belok ke
kanan. Ada lampu merah yang sampai sekarang aku masih bingung dengan fungsi
lampu pengatur lalu lintas tersebut karena pada kenyataannya masih banyak yang
menganggapnya sebagai semacam hiasan di pinggir jalan. Namun demikian aku
justru jarang mendengar di sana terjadi kecelakaan.
Dari lampu merah belakang UNS,
kemudian aku menuju ke arah Jurug, dan berhenti di sebuah kedari roti bakar dan juice, yang terletak di kiri jalan
sebelum pertigaan ke arah RSJD Surakarta.
Kedai itu bernama lambemoo. Dan ke kedai itu, adalah salah satu tujuanku
kenapa aku rela berhujan-hujan main ke Solo. Kedai yang bertemakan modern vintage, dengan menyajikan
menu-menu sehat, seperti roti bakar gandum atau terigu, serta minuman-minuman
dari buah yang kaya akan serat, seperti jus dan sup buah. Kedai tersebut adalah
milik salah satu temanku, lebih tepatnya kakak tingkatku di kampus psikologi
UNS. Aku biasa memanggilnya Mas Paul. Aku mulai akrab dengannya ketika kami
sama-sama dalam proses mengerjakan skripsi dan akhirnya kami bisa wisuda
bersama. Orang yang asik diajak diskusi soal agama, dan akan lebih seru lagi
ketika membahas makhluk bernama wanita.
Aku memarkirkan motorku, kemudian
masuk kedalam kedai tersebut. Nampak wajah-wajah yang tak asing yang
menyambutku. Ternyata mereka adalah teman-temanku semasa kuliah, ada Ista,
Nanda, serta Arum. Mereka adalah pegawai kedai tersebut. Selain mereka, ada
juga Mba Umi dan Diandra gebetannya yang punya kedai sedang mengobrol di
sudut kedai.
Awalnya aku ingin memesan kopi, namun
aku baru saja menikmati kopi soreku, jadilah aku memesan satu roti bakar coklat
serta satu sop buah dengan jus alpukat sebagai minumannya. Sambil menunggu
pesananku datang, aku mengobrol dengan teman-temanku yang ada disana. Dan
sebuah kehormatan ketika aku masuk dan langsung ditemani oleh Boss dari kedai
Lambemoo, yaitu Mas Paul dengan Diandra gebetannya, serta teman-teman
mulai merapat untuk mengobrol bersama hingga pesananku datang dan aku mulai
mencicipinya serta masih tetap mengobrol
dengan mereka.
Kemudian pelanggan mulai berdatangan.
Awalnya hanya ada tiga orang, kemudian ada dua orang lagi yang memesan enam
kursi untuk teman-temannya. Sontak pegawai menjadi sibuk untuk melayani
pelangan-pelanggan yang semoga mereka menjadikan kedai lambemoo sebagai tempat
nongkrong mereka.
Kedai yang semakin ramai, aku yang
mulai terusik dengan keramaian mereka (pelanggan kedai), kemudian aku
berpamitan pulang kepada Boss Kedai Lambemoo dan teman-temanku, karena besok
harus masuk kerja. Sebenarnya itu hanya sekedar alasan saja, karena masih ada
satu tempat yang ingin aku kunjungi saat itu.
Di luar masih gerimis, hawa dingin
merasuk ke dalam tubuhku, namun aku masih tetap enggan mengenakan jas hujanku,
karena aku (masih) ingin berhujan-hujan. Kemudian aku mampir ke sebuah warung
susu segar di pinggir jalan dari Mesen ke arah Pasar gede, ada lampu merah
perempatan Holland bakery, ke kiri, kemudian ada pertigaan ke arah luwes loji
wetan, tetap lurus sedikit, kemudian di kiri jalan akan ada warung susu segar.
Aku hanya untuk memesan segelas susu segar panas yang ditambah dengan sedikit
coklat serta madu, karena aku sudah merasa kenyang dengan roti bakar dan sop
buah alpukat di kedai Lambemoo tadi. Aku menikmati sruputan demi sruputan susu
segar panas yang mampu membuat tubuhku merasa hangat, sambil mengingat kembali bahwa
kami berdua pernah duduk di sini. Kala itu dia hanya memesan segelas susu
segar, dan aku yang sedang lapar mulai mengambil nasi kucing serta beberapa
gorengan. Aku masih ingat dengan waktu kurang dari 15 menit itu. Ketika aku dan
dia duduk berdua dan hanya sedikit yang kami obrolkan. Dan aku sudah bahagia
dengan 15 menit itu, sebelum akhirnya mengantarnya pulang. Semoga dia lupa dengan 15
menit di warung susu segar itu.
Dan setelah itu, aku memutuskan untuk
pulang dan (masih) tetap berhujan-hujan, setelah kenyang dengan roti bakar dan
sop buah alpukat yang rasanya tiada duanya dari kedai Lambemoo, serta segelas susu
segar dengan segala kenangannya.
Foto : Gambar suasana di kedai "Lambemoo" yang saya ambil dari Display Picture BBM teman saya