Karena adanya hukum seperti gravitasi, tata surya dapat dan akan
membentuk dirinya sendiri. Penciptaan spontan adalah alasannya mengapa sekarang
ada 'sesuatu' dan bukannya kehampaan, mengapa alam semesta ada dan kita ada. (Stephen
Hawking)
Tulisan ini saya buka dengan kutipan terkenal dari seorang ahli
matematika, fisika dan kosmologi; Stephen Hawking. Mungkin sebagai anak psikologi, kita akan
bertanya-tanya siapa dia? Apa hubungannya dengan psikologi dan kenapa kok
bawa-bawa teori tentang penciptaan segala. Kalau berharap ingin tahu, anda
belum beruntung karena kita tidak akan membahasnya disini. Dan kalau tetap ingin
tahu, silahkan cari di Wikipedia.com atau mungkin bisa liat film tentangnya
yang berjudul The Theory of Everything.
Sebagian dari kita -terutama jebolan Tirtomoyo - tentu kita
tidak akan terlalu asing mendengar quote, “Tidak ada yang kebetulan di dunia
ini”. Kalimat yang sering disampaikan oleh Fahma “Ael” Alfikri, Koti 2006.
Meski keliatan aneh (dan memang aneh), karena dia lebih memilih nglanjutin
kuliah di psikologi walau sudah lolos seleksi STAN, dia punya pemikiran yang
mendalam tentang hidup ini. Lalu apa hubungannya dengan Stephen Hawking? Apakah
mereka bersaudara? Kedua orang ini mempunyai pemikiran yang selaras, namun bertolak
belakang. Bingung?
Jika kita mengamati aktivitas kehidupan kita sehari-hari,
kita akan sering menemukan kejadian-kejadian yang pas, saling berhubungan atau
kita sebut “kebetulan”. Mulai dari kejadian alam bahwa benda akan jatuh ke
bawah walau kita lempar ke atas, air yang mengalir hingga menuju ke laut,
planet-planet dalam sistem tata surya yang berjalan dengan dengan sendirinya. Sesaat
kita akan berfikir bahwa semua kejadian seperti ini adalah kebetulan atau
terjadi dengan sendirinya. Namun, jika kita telaah lebih lanjut perkataan Ael, hal
ini akan menjadi kontradiktif. Lalu siapakah yang benar?
Selama menimba ilmu di Tirtomoyo dan Mesen, setidaknya ada
dua hal besar yang terjadi dalam hidup saya yang akan terlihat seperti
kebetulan, namun akan sangat meremehkan jika hanya dianggap sebagai kebetulan.
Pertama. Skripsi saya yang berjudul “Hubungan Antara Syukur Dengan Psychological
Well Being Pada Survivor Bencana Letusan
Merapi Tahun 2010”. Pada awalnya, judul yang saya ajukan adalah tentang
psikologi olahraga. Sebagai mahasiswa idealis, waktu itu saya ingin mengambil
judul tentang pencak silat. Judul tersebut telah disetujui oleh Bu Menik selaku
pembimbing kedua. Proses penulisan skripsi tentang pencak silat ternyata
berjalan cukup berat, karena sangat sedikit literatur tentang pencak silat yang
membahas hal-hal non teknik. Beberapa narasumber yang saya temui mengakui bahwa
ha ini memang salah satu kelemahan dalam dunia pencak silat terutama di
Indonesia.
Seiring dengan pencarian sumber untuk judul
tersebut, terjadilah peristiwa meletusnya Gunung Merapi tahun 2010. Kejadian yang
sangat menyita perhatian besar karena letak Solo yang sangat berdekatan dengan
lokasi kejadian yaitu Jogja, Klaten dan Boyolali. Kejadian tersebut juga merupakan
salah satu cikal bakal aktivitas kerelawanan di Kampus
Psikologi. Aktifitas kerelawanan yang awalnya digawangi bersama dengan senior-senior
psikologi Agung Bolang, Yusron Alfarisi, Prehaten, Anis Diah (founder RHI) dan
rekan-rekan lain.
Tidak salah memang memilih Bu Menik sebagai
pembimbing, seperti kebetulan karena beliau mampu mengarahkan saya waktu itu
untuk realistis dan cerdik melihat peluang. Sampai sekarang saya masih ingat
perkataan beliau, “Di satu sisi kamu memang tidak bisa meninggalkan kegiatan
sosialmu, di sisi lain kamu tetap harus menyelesaikan kewajibanmu sebagai
mahasiswa. Terus, kenapa kamu nggak neliti kejadian yang ada di sana saja?”
Terlihat seperti kebetulan, bahwa kemudian
saya bisa menyelesaikan sripsi saya tentang survivor letusan Gunung Merapi.
Namun menjadi terlihat meremehkan, jika hal itu hanya dianggap sebagai
kebetulan.
Kedua. Berdirinya Anak Bawang. Dimulai dari “proyek PKM”
iseng sebagai mahasiswa baru yang tergiur oleh rayuan kakak tingkat macam Antum
Asrori, Agung Bolang dan Pipit Mufida. Tahun 2007 menjadi awal cikal bakal
embrio Anak Bawang. Bersama dengan Fadhilah, Candra PD dan Mahardika Sp, PKM
dolanan kemudian berubah gaungnya menjadi ajakan untuk memainkan dolanan
tradisional di Kampus Psikologi. Dolanan tradisional kemudian menjalar hingga ke
kegiatan luar kampus seperti TPA Arrahman dan Jambore Anak Islam Surakarta.
Singkat cerita, dolanan meraih “kebetulan-kebetulan”
lainnya dengan adanya mahasiswa psikologi yang mengambil skripsi tentang
dolanan. “Penemuan” video presentasi dari Zaini Alif, penggagas Komunitas
Permainan Tradisional Hong dalam forum TEDx Jakarta. Yang kemudian video
tersebut menyebar lewat komputer HIMAPSI. Hingga dihelatnya Seminar Permainan
Tradisional yang menjadi event simbolis berdirinya Komunitas Anak Bawang.
Darinya kemudian kebetulan-kebetulan berikutnya berlanjut hingga Anak Bawang
bisa menjadi seperti sekarang ini.
Penciptaan spontan adalah alasannya mengapa sekarang ada 'sesuatu' dan
bukannya kehampaan, mengapa alam semesta ada dan kita ada. (SH)
Jika dibandingkan lebih lanjut, kalimat kedua dalam kutipan tersebut memiliki satu hubungan pendapat
Ael diatas. Kita bisa menarik benang merah bahwa ada pihak lain di luar
kuasa kita yang telah mengatur kejadian-kejadian yang kita alami. Meletusnya Gunung
Merapi di tahun 2010 merupakan suatu kejadian besar yang tidak bisa dianggap
sebagai kebetulan. Ada korban yang meninggal dunia, ada pula banyak survivor
yang harus meninggalkan kampung halamannya yang porak poranda. Apalah artinya
saya jika dibandingkan dengan mereka. Apalagi jika kebetulan itu terjadi hanya
diperuntukkan bagi skripsi saya, bagi
kuliah saya.
Sejatinya, kejadian yang terjadi dalam hidup kita seperti
sebuah titik. Tiap kejadian menghasilkan satu titik yang bisa kita hubungkan ke
belakang. Titik-titik yang jika kita hubungkan akan membentuk garis yang
menjadi cerita dalam hidup kita. Namun sebagaimana perkataan Steve Jobs, kita
hanya bisa melihat hubungan antara kejadian-kejadian dalam hidup kita setelah
semua itu terjadi.
Kebanyakan kita merasa yakin akan menempati titik tertentu
dalam perjalanan hidup. Keyakinan tersebut diikuti dengan harapan bahwa
kebetulan-kebetulan yang kita pikirkan bisa terjadi sesuai kehendak kita. Berharap
menempati titik kebetulan diberi pembimbing skripsi yang gampang, titik kebetulan
mudah mencari bahan-bahan skripsi, hingga merasa bahwa orang yang dekat dengan
kita sekarang akan senantiasa membersamai kita menjalani titik-titik hidup
bersama dengan kita. Merasa bisa usil dan berhak menggabungkan titik milik
sendiri dengan titik orang lain. Hingga saat sudah terlalu jauh berharap, kita
baru tersadar bahwa titik-titik yang kita lewati menyimpang jauh dari titik awal
langkah kita saat ini.
Lalu sebagai manusia biasa, apakah kita harus pasrah saja
dengan titik-titik yang akan kita lalui dalam perjalanan? Atau berharap pada
kebetulan-kebetulan yang akan mengarahkan kita pada kemudahan hidup?
Andai kita telah tahu jalan ceritanya, tidak akan indah
hidup ini. Tak ada rasa kelu saat aku pertama berusaha menyatakan cinta padamu.
Tak ada rasa bangga saat karya kita dinilai sebagai buah perjuangan yang nyata.
Dan “kebetulan” hanya akan menjadi sebuah harapan kosong.
Tetaplah berusaha karena sebelum sampai pada lembaran
terakhirnya, kita tidak tau apa yang sebenarnya tertulis untuk kita. Tapi
yakini dengan pasti, akhir yang terbaik telah dituliskan untuk siapa yang
berusaha dengan usaha terbaik..
Salaam..
Salaam..