![]() |
sumber gambar |
Kita dalam hidup ini mungkin hanya sekali merasakan cinta
yang kuat dengan seseorang.
Perasaan itu muncul bukan disengaja, bukan pula direka-reka.
Ia terbentuk dari ketulusan hati yang memahami sejati. Ia muncul dalam diri
seorang anak polos yang hanya tahu hal-hal sederhana. Ia tidak memikirkan cinta
itu apa, bahkan tidak pernah mendengar kata cinta. Namun mereka memiliki cinta
setulus bunga yang memberikan serbuk sarinya kepada lebah.
Tidak ada anak-anak sanggup melakukan keburukan bila tidak
ada yang mencontohkannya.
Anak-anak nakal pembuat masalah sebenarnya bukan musuh.
Namun begitu, anak seperti itu tetap saja jadi masalah orang tua dan para guru
di sekolah. Anak-anak itu akalnya masih pendek. Mereka tidak tahu mana baik
mana buruk. Apa yang dicontohkan kepada mereka, itulah yang mereka lakukan.
Dalam setiap diri anak tersimpan cinta tulus dari Tuhan.
Mereka belum memiliki hasrat menguasai. Kenakalan mereka pun
disebabkan karena didikan yang tidak sesuai dengan pribadi anak. Orang tua
sering melarang dan menyuruh, mereka tidak pernah menjelaskan mengapa ini boleh
mengapa itu jangan. Lebih lagi bila berlebihan melakukan keduanya.
Anak bisa
jadi tidak mampu mengontrol emosinya.
Lantaran orang tuanya sendiri pun tidak mampu.
Sebenarnya, problem yang kita hadapi sekarang ini kebanyakan
karena cinta diberikan ruang lebih sempit daripada akal. Orang pintar lebih
dihargai dibandingkan orang yang lebih dalam hal mencintai. Meskipun kadang
orang pintar itu mengungkapkan berbagai macam hal yang sulit dimengerti, cinta
masih tetap lebih sulit bagi mereka. Bahkan jadi misteri.
Ada ungkapan orang tidak pernah kehilangan akalnya, sampai
ia jatuh cinta.
Itu benar. Sebab cinta buta tidak membutuhkan akal demi
membuktikannya. Ya, cinta buta. Dalam hidup ini kita memiliki akal untuk
memahami, namun tidak banyak yang menggunakannya. Kebanyakan orang hanya
memahami hidup dengan pandangan pesimis. Itulah mengapa orang optimis jadi
komoditi menjanjikan dalam seminar-seminar.
Cinta yang tidak disertai akal dalam mematerikannya, akan
jadi asal kasih, asal buat. Penting sudah memberi berarti sudah mencintai. Cinta
demikian yang menyuburkan ego dan mengembangkan sombong. Pun mudah jadi sasaran
kepentingan orang lain. Lemah terhadap coba dan mudah mendatangkan putus asa.
Anak muda sekarang mengartikan cinta sebagai ikatan sesama
pacar.
Mereka menggunakan cinta sebagai ungkapan keinginan memiliki.
Jadikan cinta sebagai latar belakang menyayangi. Cinta layaknya bahan demi mewakili
eksistensi mereka dalam mengaktualisasi diri. Pada akhirnya terbentuklah
generasi lemah cinta. Lantaran mereka terlampau bergantung kepada pemahaman
yang tidak tentu pangkalnya.
Pemahaman salah ini sudah barang tentu kita tahu.
Mungkin kita sendiri juga salah bukan. Cinta bukan perasaan
yang harus dirayakan,ia alami dan wajar. Tidak perlu ada semacam pesta bahkan
makan bersama hanya untuk cinta. Lantaran ketidakmengertian, banyak hal besar
terabaikan dan hal kecil malah dibesar-besarkan. Hal wajar diherankan dan yang
tidak wajar malah dilumrahkan.
Cinta merupa energi.
Ia selalu mampu membuat orang rela menolong di tengah diri
sendiri yang kesusahan. Cinta membuat seseorang rela memberikan hartanya,
bahkan keringat, bila perlu anggota tubuhnya demi orang lain. Para pemuda
sebenarnya memiliki cinta yang besar, tidak aneh bila mereka sangat berani. Melakukan
banyak hal tanpa memikirkan konsekuensi.
Kita ini hidup dengan cinta.
Mau tidak mau kita akan selalu dihadapkan pada mencintai
atau menghindari. Manusia itu sejatinya selalu cenderung mencintai. Tentunya kita
sudah bisa menebak arah tulisan ini bukan tentang cinta dengan pasangan saja. Ini
tentang cinta kepada semua manusia, kepada alam, kepada setiap mahkluk penghuni
semesta.
Cinta bukan nafsu.
Ia lebih tinggi dari itu bahkan lebih tinggi lagi. Tidak ada
yang mampu mengukur ketinggian cinta. Terlambatnya akal seseorang dalam
mengerti cinta membuahkan tingkah laku yang tidak layak. Perbuatan melawan
kehendak nurani dan terlepas dari jalur yang sebenarnya sudah tersucikan sejak
kecil. Mungkin itulah yang membuat banyak orang menjadi jahat.
Nafsu itu membara dan mendesak-desak. Terus menggedor pikiran
untuk melakukan apa yang diinginkannya. Ia tidak pernah diam. Energi hidup yang
takkan mau ditekan namun membuat kita semena-mena bila dibiarkan. Cinta dan
nafsu itu benar-benar dua elemen rasa yang berbeda.
Bukan cinta yang menghancurkan manusia, tapi manusia yang
membuat dirinya sendiri hina. Ia artikan segala hal tanpa mau bertanya. Ego jadi
tumpuan dan akal tumpul dibiarkan. Bila ada gesekan dengan manusia lain,
dirinya jadi manusia paling sengsara. Kehilangan arti hidup dan
terombang-ambing oleh keinginan orang lain.
Tidak memiliki pendirian.
Setiap dari kita memiliki potensi untuk mencintai. Tidak pernah
ada potensi membenci. Segala hal cobalah kita arahkan pada asal, maka tidak
akan ada kebencian mewarnainya. Semakin kita memahami asal itu, kita akan
mengerti betapa indah harmoni kehidupan yang kita miliki ini. Lebih harmoni
dari simfoni-simfoni yang diperdengarkan pemusik di atas panggung megah nan
mewah.
Sesungguhnya, cinta itu ada dalam setiap napas dan detak
jantung kita. Cinta ada dalam aliran darah kita, ia mengisi irama kehidupan
atas titah dari Tuhan. Semurni-murninya cinta, tiada yang lebih murni dari
cinta Tuhan yang tergambar di kanvas semesta. Ia membuat kita mampu menikmati
makanan, mengembangkan dada hirup segarnya udara pagi, atau mencecap sedap
aroma bunga.
Cinta seperti itulah yang seharusnya dimengerti setiap
manusia.
Cinta bukanlah perasaan asing. Ia ada dalam diri kita.
Kepada siapa kita pun tahu bahwa sesama mahkluk penghuni bumi kita pun bisa
mencintai. Tidak ada istilah yang harus ‘meresmikannya’. Cintailah saja itu
sudah cukup. Bila masih sulit memahami cobalah setidaknya berpikir. Jangan asal
memaknai dan menghakim bahwa diri memiliki perasaan sejati.
Ingat, kita ini produk dari cinta.
Bukan kita yang membuat cinta namun cinta yang menciptakan
kita. Tuhan Sang Maha Cinta yang memiliki kita. Tuhan takkan mungkin
menciptakan sesuatu yang tidak Ia cintai. Seperti kita juga takkan membuat
sesuatu yang takkan kita cintai. Memahami Tuhan akan lebih mudah bila kita
mampu memahami diri sendiri.