![]() |
Prosesi akad nikah Johan dan Zulfa |
Harus aku akui, minggu ini aku
benar-benar tenggelam dalam kesibukkan. Aku yang biasanya memiliki banyak waktu
selo, namun minggu ini aku sudah tak
mampu lagi membagi waktuku. Jangankan untuk membuka laptop dan menulis posting-an di blog pribadiku maupun di
lobimesen.com, untuk sekedar cukur kumis dan jenggot saja, aku sudah tak
sempat.
Kesibukkan tidak lain adalah masalah
pekerjaan. Kemudian ada sesuatu yang membuat jadwal kerjaku semakin kacau. Sebenarnya
aku sempat menulis semacam pledoi
mengapa tidak ada posting-an selama
satu minggu ini, kemudian akan aku posting
di blog pribadiku. Namun, aku urungkan untuk mem-posting-nya, karena ada hal-hal yang menurutku tidak untuk di share. Apa itu? Rahasia!
Hari sabtu yang biasanya sangat selo saja, berubah menjadi sabtu yang
melelahkan. Sabtu yang seharusnya libur, harus masuk lembur. Sabtu kemaren aku setidaknya
memanggil 50 karyawan untuk di seleksi pada hari selasa besok. Bisa jadi,
minggu depan sama melelahkannya dengan minggu ini.
***
Dan untuk kali ini, seperti yang
sempat aku broadcast melalui pesan WA
kepada teman-teman kontributor lobimesen.com, bahwa hari ini adalah
#SundayNight edisi special. Apalagi kalau bukan special merayakan hari bahagia
kawan kami yang baru saja melangsungkan pernikahannya dengan dedek Zulfa
Desy Khoirun Nisa. Dan ini benar-benar membuktikan bahwa badai bukan hanya
melemparkan ke pulau tujuan, namun juga mampu melemparkan Johan ke pelaminan.
Sebagai teman sekaligus sahabat yang
telah bersama-sama dalam suka dan duka. Tentu rencana ingin menghadiri serta
menyaksikan hari bahagianya, sudah menjadi bagian dari agenda wajibku. Bahkan
sudah aku rencanakan jauh-jauh hari. Awalnya aku ingin menghadiri akad nikah yang diadakan di Solo. Kemudian
aku juga berencana menghadiri acara ngunduh
mantu yang di adakan di Sragen, yaitu pada tanggal 14 februari 2016. Karena
aku belum pernah bersilaturahmi ke rumahnya, serta sekalian aku ingin bertemu
dengan keluarganya. Namun niatan untuk menghadiri resepsi di Sragen harus aku
urungkan ketika aku juga mendapat undangan pernikahan dari salah satu rekan
kerjaku, yaitu perawat poliklinik di perusahaan tempatku bekerja. Jadi aku
harus bisa membagi waktu.
Aku berencana ingin membeli kado
untuk Johan, sebagai sahabat aku merasa harus memberinya sesuatu. Dalam
masa-masa berpikir tentang kado apa yang hendak aku berikan untuknya. Ditya
sepertinya sudah melakukan tindakan yang cepat, dan tepat! Seperti halnya dalam
permainan sepak bola, Ditya harus melakukan diving
dan membuat Johan terusir dari lapangan. Iya, secara sengaja Ditya “mengusir”
Johan dari grup WA “Hip Hop” padahal grup itu yang bikin Johan sendiri. Johan
harus menerima kenyataan bahwa ia seperti halnya Steve Jobs yang didepak dari
Apple. Kemudian dengan segera Ditya merubah nama grup WA “Hip Hop” menjadi
“Rembug Kado Johan”.
“Sementara Johan aku keluarkan dari
grup, soalnya ini kita akan rapat tentang kado buat Johan” Ditya mengawali
percakapan ketika grup itu baru saja berubah nama. Dengan segera beberapa
anggota grup, yang anggotanya terdiri dari begundal-begundal kampus, mahasiswa
psikologi UNS 2009 yang cowok, urun
rembug mengenai kado untuk Johan.
Pembahasan pun dimulai. Ditya yang
menganggapku adalah teman umbyang-umbyung
Johan. Karena aku sering pergi kemana-mana bersama Johan, aku dianggap
lebih tahu tentang apa saja yang menjadi kesenangan Johan. Yang ada di pikiranku kala
itu hanya satu. Buku! Aku tahu betul, bahwa Johan adalah orang yang suka
membaca. Dia membaca buku sesuai dengan kebutuhannya. Selain itu, ia juga
sangat mengidolakan Dahlan Iskan. Dan aku tentu tidak mampu, jika harus
menghadirkan Dahlan Iskan dalam pernikahannya. Selain itu, Emha Ainun Najib,
atau sering disebut Cak Nun, ia juga sangat suka dengan tulisan-tulisan Cak Nun,
padahal tulisan Cak Nun sedikit sulit untuk dipahami.
Segera aku menerapkan sedikit
kemampuanku dalam interview untuk
menggali informasi. Dan dalam waktu singkat aku mampu memancing dan mengetahui
buku-buku Cak Nun apa saja yang sudah dimilikinya. Buku-buku itu kemudian aku list dan aku akan mencari buku Cak Nun
yang lain, selain yang ada dalam list yang baru saja aku buat.
“Kita kasih kado yang serius dan yang
sedikit nyleneh” pesanku yang ku kirim dalam obrolan grup WA ”Rembug Kado Johan”
kemudian ada usulan-usulan dari teman-teman yang lain. Ada yang mengusulkan rice cooker, jam tangan, kemudian ada
juga yang mengusulkan sebuah foto besar keluarga besar sexta virtus (sebutan
untuk psikologi UNS 2009) yang dibingkai, untuk bisa dijadikan hiasan di
dinding.
Kemudian aku segera mengusulkan
sebuah kado yang sangat bermanfaat, yang menurut Ditya adalah symbol
kejantanan, kesederhanaan dan tak lekang oleh waktu. Kado itu setidaknya bisa
dipakai selama satu minggu. Dan kado itulah yang akan menjadi kado kedua
setelah Buku. Dan Ditya, menyanggupi untuk mencarikan kado tersebut, sedangkan
aku bertugas mencari buku.
Setelah urun rembug, agar kami bisa segera membelikan kado, kami harus
bersepakat tentang berapa besaran iuran untuk masing-masing orang. Damas,
ternyata sudah jauh ke depan, dia bahkan sudah membeli dan membungkus kado
untuk Johan, jadilah Damas harus keluar dari kado patungan kami. Hingga
disepakati bahwa iuran untuk masing-masing orang mencapai kesapakatan. Inug
yang bekerja di sektor per-Bank-an pun didaulat menjadi pusat transferan. Namun
aku sedikit meragukannya. Betapa tidak, berkarir di Bank namun sempat luput me-rekap siapa saja yang sudah
transfer. Bisa kami maklumi, karena Inug
terbiasa menghitung duit gede.
Karena kesibukanku dan akhir-akhir
ini sering hujan, aku harus beberapa kali menunda untuk ke togamas, Solo. Dan
sampailah pada suatu hari bahwa aku harus segera membelikan buku untuk
pelengkap kado Johan. Kala itu hujan tidak reda-reda, habis sholat magrib aku
mengambil jas hujan yang masih tersimpan rapi di dalam jok motorku, dan segera
menuju Solo di tengah hujan yang tak kunjung reda.
Sampai di togasmas, segera aku menuju
tumpukan-tumpukan buku. Ada hal lain yang membuatku sempat lupa dengan tujuanku
ke togamas kala itu. Aku justru malah menuju tumpukan buku-buku Pramoedya
Ananta Toer, yang terdiri dari beberapa judul buku. Membaca sekilas, aku sempat
tertarik dengan roman-roman karya Mbah Pram.
Segera aku tersadar akan tujuanku ke
togamas kala itu. Aku menuju ke tumpukan buku-buku Cak Nun, kemudian setelah
lama memilih aku putuskan untuk membeli dua judul buku dari Cak Nun sebagai
kado untuk pernikahan Johan.
Setelah membeli dua judul buku itu,
segera aku menuju ke kos-an Sandy. Karena Sandy bertugas membungkus kado-kado
dari kami. Kemudian di tengah hujan grimis, aku sempatkan makan malam dengan
Sandy, di sebuah warung yang dulu menjadi warung langgananku ketika masih kos
di Solo. Warung Mba Ning, dulu aku suka dengan ati ampela bakarnya. Namun malam
itu, karena sudah terlalu malam ati ampelanya habis, jadilah aku memesan lele
bakar dan kepala, sedangkan Sandy memesan ayam bakar. Kami menikmati makan
malam kami, bahkan kami sempat minta tambah nasi.
Ohiya, ada satu kado tambahan lagi,
yaitu kopi. Sebenarnya Ditya lebih menyarankan kopi aroma, namun karena
terkendala waktu yang sudah mepet,
rasa-rasanya waktunya tidak cukup jika kami harus membeli secara online, karena waktu pengiriman bisa
mencapai 3 hari. Kopi Aroma khas bandung,
kopi yang dibuat oleh sebuah pabrik yang tetap mempertahankan cara-cara
tradisional, dan jauh dari kata modern. Kopi aroma berbeda dengan kopi hitam
lainnya. Bukan hanya dari segi baunya saja yang berbeda, tapi soal rasanya pun juga berbeda
dengan kopi lainnya. Kemudian kami memutuskan membeli dua bungkus kopi yang
biasa Johan nikmati ketika di angkringan. Dengan adanya kopi, setidaknya bisa menemani
begadang Johan setelah berstatus sebagai suami, tentu malam-malamnya kini akan
menjadi uhuk ihir.
Semua kado yang telah dibeli,
kemudian dikumpulkan menjadi satu untuk kemudian dibungkus dengan kertas kado agar
terlihat rapi. Sedangkan uang sisa pembelian kado, aku kumpulkan dan aku
masukan ke dalam amplop untuk diberikan kepada Johan, beserta amplop titipan
dari teman-teman.
Dan kami pun berencana untuk
menghadiri sejak akad. Tentu aku sangat antusias, karena dengan menghadiri akad
nikahnya, aku bisa belajar agar besok di kemudian hari aku tidak grogi, bukan
begitu, Dek?
***
Aku sempat salah masuk gedung, aku hanya
melihat singkat ternyata yang aku masuki adalah nDalem Tjokrosumartan,
padahal acara Akad dan resepsi diadakan di nDalem Tjokrosukarman. Kala itu aku
memasuki gendung dan langsung bertanya kepada secuirity, “Pak, Akadnya sudah dimulai?” tanyaku. Dan jawaban beliau yang
membuatku semakin yakin bahwa aku salah gedung adalah, ketika ia menjawab “Resepsinya
nanti jam 12.00, Mas, sekarang sedang melangsungkan pernikahan di gereja” Aku
langsung kabur, dan secuirity
tersebut menjelaskan bahwa di dekat pasar kembang ada gedung dengan nama yang
mirip, yaitu nDalem Tjokrosukarman.
Dan aku langsung menuju nDalem
Tjokrosukarman. Sesampai di sana, gedung nampak belum begitu ramai. Aku menunggu
sebentar teman-temanku yang juga ingin menghadiri akad nikahnya. Setelah sudah
berkumpul kami semua masuk.
Memasuki gedung nDalem Tjokrosukarman, aku disuguhi nuansa yang berbeda. Sesuai dengan perkiraanku, undangan
putra dan putri, dipisah. Resepsi yang digelar secara syar’i dengan hiburan musik yang syar’i pula. Mungkin jika disertifikasi, aku yakin acara resepsi kawan
kami akan “berlabel halal”
Sebenarnya akad nikah diagendakan
pukul 08.00, namun ternyata molor hampir setengah jam. Sekitar pukul 08.30
nampak Johan keluar dari ruangan make up dengan
busana putih, disusul sang mempelai
wanita dengan busana pengantin berwarna putih juga.
Kemudian acara akad nikah segera
dimulai. Nampak wajah pucat Johan melebihi ketika sidang skripsi. Aku menyaksikan
ketika Johan mengucapkan Akad, kemudian dengan segera dijawab saksi dengan
kata “Sah” sebagai tanda telah halal lah hubungan dua manusia yang berbeda
bapak-ibu itu. Dan untuk hubungan mereka berdua, tentu tak perlulah label halal
dari MUI.
Resepsi yang digelar cukup meriah.
Banyak tamu undangan yang datang. Nampak undangan bukan hanya dari kalangan
masyarakat biasa, karena nampaknya mertua Johan turut mengundang tokoh-tokoh
masyarakat, sebut saja seperti ketua MUI Surakarta, yang dulu pernah menjadi
dekan FK UNS, selain itu juga ketua umum Majelis Tafsir Al Quran (MTA) juga
nampak menjadi salah satu tamu yang diundang. Namun aku tidak tahu betul, hadir dan tidaknya mereka, karena aku hanya mendengar nama-nama
itu disebut dalam undangan untuk dipersilakan berfoto bersama.
Tamu undangan yang datang tak lain
ingin mendoakan agar mereka menjadi keluarga sakinah mawadah wa rohmah. Tentu
kami para sahabat pun juga mendoakan yang demikian. Bukankah ketika kami
mendoakan kebaikan kepada sesama, disaat yang bersamaan malaikat-malaikat juga
turut mendoakan hal yang sama dengan yang kita doakan.
Acara resepsi penuh nuansa religi
dengan adanya ustad yang memberikan tausyiah
kepada tamu undangan. Ustad itu nampak orang yang berpengalaman dan update akan isu-isu kekinian. Ustad tersebut
menyampaikan sedikit hal tentang pernikahan, kemudian membahas tentang isu-isu
kekinian, seperti akan adanya MEA dan dampaknya, kemudian tentu tentang isu
LGBT.
Sesekali pembawa acara menjelaskan
kepada tamu undangan bahwa acara sebisa mungkin berjalan secara islami. Undangan
pria dan wanita dipisah, hal itu sebagai wujud dakwah lain, mengingat
masyarakat kita pada umumnya sering memaklumi ketika undangan pria dan wanita
bercampur menjadi satu. Mempelai pria duduk bersama bapak dan bapak mertuanya di
depan tamu undangan pria. Dan mempelai wanita duduk dengan ditemani ibu dan ibu
mertuanya di depan tamu undangan wanita.
Bahkan aku mendapat pesan BBM dari Dyah Maya yang menanyakan
posisi Johan, kenapa tidak bersanding dengan Zulfa, yang sudah sah menjadi
istrinya ketika dalam acara resepsi tersebut. Balasan BBM dariku sepertinya masih
pending, namun pembawa acara sudah menjelaskan mengapa tidak di sandingkan antara
mempelai pria dan wanita.
Tentu tidak lupa pula aku dan
teman-temanku pun sempat berfoto bersama, sekaligus memberikan ucapan selamat
sekaligus doa untuk kawan kami.
***
Dan sepertinya aku sudah tidak perlu
berlama-lama lagi. Tulisan ini adalah #SundayNight edisi special hari bahagia
kawan kami Johan Hariyanto, semoga menjadi keluarga yang sakinah mawadah
waromah. Dan aku secara pribadi sangat berharap, lobimesen yang coba kita
bangun (kembali), agar kami bisa berkomunikasi lagi, setidaknya dengan status barunya,
yaitu menjadi seorang suami, akan memberikan nuansa yang berbeda,
tulisan-tulisan bukan lagi seorang bujang yang sengsara karena cinta,
menyendiri menikmati kesunyian, namun akan memberikan warna yang berbeda. Dan
ingat, sekarang kamu bukan hanya bertanggung jawab terhadap diri kamu sendiri,
ada anak gadis orang yang kini turut menjadi tanggung jawabmu.
Mungkin Johan masih ingat atau
bahkan sudah lupa, mengingat dia adalah pelupa akut. Bahwa aku lah orang
pertama marah dan sanksi ketika ada glagat tentang hubungan mereka. Menurutku
itu adalah kemarahan yang wajar dari seorang sahabat dalam kondisi seperti saat
itu. Namun hari ini adalah bukti bahwa kemarahanku hanya sebatas ketakutan
saja, dan hari ini kamu telah membuktikan bahwa kamu bisa dipercaya. Kowe lanang!
Jika dalam novel yang berjudul “Cinta
Tak Pernah Tepat Waktu” karya Puthut EA, ibarat pemain sepak bola, sembuhkan
dulu cideranya, baru bermain lagi, karena bermain dalam kondisi cidera hanya
akan memperprah cidera tersebut. Namun
Johan tidak begitu, aku tahu ia sedang cidera, namun ia terus berlari mengejar
bola dan bahkan mampu mencetak goal, karena aku tahu ia bermain bukan untuk
menang, tapi untuk bahagia!
Dan pesan dari kawan-kawan Hip Hop ”Maafkanlah kawanmu yang tak mampu
memberikan sempak yang halal bagimu Bro” namun setidaknya satu minggu kedepan,
kamu tidak usah khawatir meski sekarang musim penghujan, sempak selama satu
minggu, kami kira sudah cukup membantu.