![]() |
sumber gambar |
Entah karena pengaruh obat yang aku
minum sebelum tidur, atau karena faktor kelelahan, yang jelas sebelumnya aku merasa
tubuh ini menunjukan gejala greges-greges
disertai dengan gebres-gebres,
seperti halnya gejala flu. Aku kala itu terbangun ketika matahari sudah mulai
nampak arogan. Aku bahkan tidak mendengar alarm
kedua handphone-ku. Entah, jin dan
setan apa yang menutup dan mengencingi telingaku, hingga suara adzan subuh yang
biasanya sempat membuatku terbangun, ditambah bunyi alarm dari kedua handphone
secara bertubi-tubi, namun kala itu tak mampu membuatku terbangun. Aku merasa
tidur sangat nyenyak, dan ketika bangun, baru aku sadar, bahwa aku kesiangan. Sholat
subuh dengan penuh keraguan, karena bisa juga dikatakan kala itu sudah masuk
jam sholat dhuha. Anggap saja ini adalah sebuah pengakuan dosa.
Hari itu adalah hari jumat, tentu aku
masih merasa berkewajiban untuk sholat jumat. Aku seperti harus melakukan
sesuatu untuk menebus dosa (terlambat) sholat subuh. Sebelum adzan
berkumandang, aku segera berwudhu dan menuju masjid yang jaraknya tidak begitu
jauh dari tempat singgahku, paling sekitar dua kali sruputan kopi sudah sampai,
mengingat jarak antara masjid dan tempat singgahku hanya beberapa meter saja,
hanya dibatasi oleh jalan kampung.
Aku memasuki masjid. Nampak di dalam
masjid masih sepi, aku sholat dua rekaat sebelum aku duduk untuk melantunkan
doa-doa, serta dzikir selagi menunggu khotib berdiri di atas mimbar. Sengaja aku
duduk di pojok depan, dan menjauh dari mikrofon, karena mendekat mikrofon itu
sama halnya dengan mendapat jatah adzan dan iqomat. Maklum aku sadar bahwa suaraku
sangat fals, aku sendiri merasa terganggu ketika mendengar suaraku sendiri,
apalagi orang lain.
Khotib segera berdiri dan mengucapkan
salam pembuka, kemudian selang beberapa detik diikuti adzan. Kemudian jamaah
mulai merapat, dan semakin lama semakin keliatan penuh sesak hingga meluap ke
serambi masjid.
Khotib sholat jumat kali ini adalah
khotib tamu, kemudian ia mengeluarkan kertas dari sakunya, nampak ia sudah
mempersiapkan isi khutbah jumat sejak dari rumah. Dan sang khotib ternyata update masalah isu-isu kekinian yang
beberapa hari terakhir menghiasai berbagai media. Iya, apalagi kalau bukan
Lesbian, Gay, Bisexsual, dan Transgender, atau lebih dikenal dengan LGBT. Tentu
aku tidak akan menjelaskan pada posisi apa sang khotib dalam menyikapi masalah
LGBT ini. Tentu beliau secara tegas menyatakan bahwa ia menolak LGBT. Menurut
sang khotib, maraknya pemberitaan tentang
LGBT itu adalah wujud upaya dalam mensosialisasikan LGBT itu sendiri, tujuannya
adalah untuk melegalkan perkawinan sejenis, seperti yang telah dilakukan oleh
beberapa Negara, sebut saja Amerika dan beberapa negera di Eropa lainnya. Sang khotib
menjelaskan dengan sudut pandang agama, dalam menyikapi masalah LGBT. Aku hanya
menyimak dengan seksama, bahkan tanpa diselingi oleh rasa kantuk seperti halnya
jumatan tempo hari.
Di media sosial, kawan kuliahku yang
bernama Nanda. Tentu ini adalah nama samaran, karena nama sebenarnya adalah
Nanda Satriawan, dia adalah seorang yang baru akan menjadi lulusan
psikologi, Nanda merasa harus berpendapat dalam hal masalah LBGT ini. Ada sebuah
tanggung jawab sosial dalam menyikapi masalah LBGT. Dalam laman facebooknya ia
membagikan potongan video youtube dari sebuah diskusi tentang LGBT yang disiarkan oleh
salah satu stasiun televisi swasta. Dalam laman facebooknya, Nanda membagikan video
itu dengan sedikit statement “Bukannya menolak LGBT, karena memang sudah
ada sejak dulu, hanya perlu diarahkan dan disembuhkan*emot senyum*”
kemudian juga menambahkan sebuah pesan yang sangat bijak dari Nanda, yang seakan
menunjukan ke-eksistensian-nya sebagai seorang yang baru akan menjadi
lulusan psikologi ”Sehat itu FISIK,
MENTAL, dan SPIRITUAL, ga bisa dipisah” begitulah kalimat terakhir dari
status bijak Nanda dalam status facebooknya.
Video youtube yang dibagikan oleh Nanda, berisi tentang padangan seorang psikiater, yang menjelaskan bahwa LGBT adalah penyakit, dan bisa disembuhkan ketika dilakukan oleh orang yang tepat. untuk lebih jelasnya silakan lihat di youtube.
Dalam status facebooknya, Nanda secara tidak langsung sedang memplokamirkan dukungan
kepada salah satu pihak yang sedang berseteru. Namun itu hanya sebatas
perkiraanku saja, kalau mau tahu pasti, silakan hubungi Nanda, dan meminta
jawaban dari hati yang paling dalam.
Bukan hanya itu saja, Nanda seperti
sedang membuktikan atau bertabayun terhadap isi video yang dibagikan di laman
facebooknya, dengan mem-posting lagi
sebuah status diikuti dua gambar, mungkin agar nanda tidak dituduh hoax, karena
di dunia media sosial kita mengenal hukum “No Pic Hoax”
Dalam postingannya, Nanda meng-upload sebuah gambar cover buku DSM-IV dan sebuah gambar yang
menunjukan isi dari salah satu halaman dalam buku tersebut. Jujur, sebagai
lulusan psikologi, aku lebih sering membuka PPDGJ daripada DSM-IV, karena PPDGJ
jauh lebih tipis dan simpel daripada DSM-IV yang jauh lebih tebal. Mengingat
PPDGJ adalah buku saku yang merupakan rangkuman dari buku DSM-IV, jadi membaca
DSM-IV hanya akan membuatku ngantuk, karena sangat menggoda jika digunakan
sebagai bantal.
Di postingannya Nanda meng-upload gambar cover buku dan isi dari
salah satu halaman DSM-IV dengan memberikan tulisan, yang lagi-lagi sangat
bijak dan benar-benar menunjukaan bahwa Nanda adalah benar-benar orang yang
akan menjadi lulusan psikologi. ”Begini temen-temen semua, mengenai F.66
gangguan heteroseksual dalam PPDGJ hanya digunakan utk melakukan diagnosis
multiaksial. dan orientasi seksual memang terbagi 3 (heteroseksual, homoseksual
dan biseksual) Sebatas hanya untuk itu. Bukan berarti heteroseksual juga masuk
gangguan jiwa, hanya dalam heteroseksual pun, terdapat gangguan perilaku seks,
mulai dari hyperseks, hipo, disfungsi ereksi, gangguan orgasme, sadis, masokis
dll” tulis Nanda dalam status facebooknya kemudian ditambah lagi dengan
kalimat penutup. “PPDGJ sendiri merupakan
buku saku yg dibuat dari ringkasan berdasarkan DSM. Jadi untuk lebih lengkapnya,
mohon baca buku DSM”
Postingan
Nanda di akhiri dengan ucapan terima kasih diikuti dengan emot senyum.
Aku sangat heran ketika Nanda membuat
status facebook yang nyikologi
banget. Karena yang aku tahu dia hanya tertarik dengan hal-hal yang berbau game, atau anime, bahkan untuk film bokep pun, karena ia termasuk penikmat anime
garis geras, Nanda lebih tertarik dengan bokep anime, seperti hentai.
***
Masalah LGBT ini, aku pribadi punya
pengalaman digoda oleh seorang laki-laki dengan gaya gemulai, dengan rambut seperti
gadis iklan shampo. Kala itu, sepulang kerja aku mampir di sebuah angkringan. Angkringan
yang kala itu penuh dengan pelanggan, aku duduk dengan posisi sebagian pantat
duduk dan sebagian lagi mengambang. Awalnya aku tidak menyadari bahwa tepat
disampingku ada dua orang laki-laki yang
sedang duduk saling serong sehingga bisa saling berhadapan. Awalnya aku tidak
peduli, namun aku risi ketika seorang laki-laki yang dengan kemayu mulai
menyapaku, mulai bertanya soal handphone
serta kecepatan koneksi internet kartu yang sedang kupakai. Dalam hati aku
hanya bisa nggrundel “Kampret!!! ada
sinyal-sinyal modus ini”
Duh! apa ini alasan ke-jomblo-anku
selama ini, karena paras sangar ini tidak mampu memikat wanita, justru wanita
jadi-jadian itu yang mulai menunjukan sinyal-sinyal modus, semoga ini hanya
perasaanku saja. Karena semenjak kejadian itu aku sudah tak mau mampir ke
angkringan itu lagi. Kapok bos!
Dan untuk permasalah LGBT ini, aku
akan memposisikan diri sebagai penonton saja lah, ibarat nonton pertandingan
sepakbola, aku tidak mendukung salah satu pihak, dan hasil pertandingan itu
juga tidak berpangaruh apa-apa terhadap tim favoritku, seperti halnya yang sedang
bertanding Ac Milan vs Juventus, sedangkan aku pendukung Arsenal. Jadi ya,
wajar lah kalau ketika menonton ada kalanya aku harus pergi dulu ke toilet,
masak mie rebus dan disambi kegiatan
lainnya. Jadi, bukan tidak mungkin aku akan kehilangan momen-momen penting.