![]() |
sumber gambar |
Sehabis sholat isya, aku langsung
mengambil kunci motor dan mengambil dompet yang masih tersimpan di dalam tas. Tanpa
harus berdandan dan menyemprotkan parfum terlebih dahulu, aku langsung pergi ke
angkringan meski diluar masih gerimis tipis. Hujan sejak siang membuat malam itu
menjadi terasa dingin. Aku segera absen di angkringan lebih dahulu. Pikirku,
menikmati teh panas mampu menghangatkan tubuhku.
Awalnya hanya ada aku dan Mas hik
(sebutan untuk Mas-mas penjual angkringan), aku memesan teh panas dengan gula
batu, kemudian aku juga menyuruh Mas hik untuk membuatkan indomie rebus pakai
telor. Indomie buatan Mas hik tidak kalah enaknya dengan indomie rebus ala
burjo, apalagi dinikmati di tengah suasana gerimis seperti saat itu.
Sambil menunggu indomie rebusku
matang, aku menikmati gorengan, serta tahu bacem sebagai cemilan. Tahu bacem
Mas hik sudah terkenal di kalangan setempat, agak malam sedikit pasti sudah
tidak kebagian lagi.
Meski saat itu kondisi masih gerimis,
angkringan lumayan ramai, namun kebanyakan dari pembeli lebih memilih untuk
membungkus dan menikmati hidangan khas angkringan di rumah. Warung angkringan
yang awalnya sepi itu, kemudian satu persatu pelanggan datang untuk sekedar
wedangan dan menikmati beberapa nasi kucing serta gorengan.
Saat itu ada sekitar empat orang
termasuk aku dan Mas hik duduk mengelilingi gerobak angkringan. Kami berempat
terlibat dalam obrolan santai. Obrolan santai itu seakan sebuah forum diskusi
tanpa embel-embel narasumber dan moderator.
Semua orang berkesempatan untuk menjadi narasumber, dan yang lain berhak untuk
berkomentar. Dan itu adalah aturan tidak tertulis dalam sebuah “diskusi” di
angkringan.
Tema diskusi angkringan pun selalu
berubah-ubah, tergantung isu yang sedang ramai. Terkadang membahas tentang apa
yang sedang heboh di media, berita politik, gosip selebriti, masalah hobi (kebanyakan
mereka adalah pecinta burung) dan tentunya saling senggol warga sekitar atau
dalam bahasa jawa sering disebut ngrasani.
Dan untuk yang terakhir, kami rela disebut ahli ghibah.
Kala itu, salah satu dari kami
membicarakan salah satu anaknya yang mengeluhkan rasa sakit pada perut. Beliau bercerita
bahwa anaknya merasakan sakit perut yang membuat anak tak bisa tenang dan terus
menahan rasa sakit. Tidak tega melihat anaknya kesakitan, sang ayah pun segera
membawa ke dokter. Kemungkinan sakit yang diderita anaknya adalah usus buntu,
begitu menurut sang ayah menjelaskan kondisi anaknya
Masalah sakit perut, aku juga
memiliki riwayat sakit perut, yang menurut diagnosa dokter kala itu terjadi karena
kram perut, dan dikhawatirkan usus buntu. Aku masih ingat kejadian itu, karena
hari itu tepat ketika motor baruku, baru tiba di rumah. Aku yang masih sibuk
dengan motor baruku itu pun ditawari mie
ayam keliling yang kebetulan lewat di depan rumah. aku menambahkan sambel
sebelum menikmati mie ayam hingga habis.
Sehabis sholat magrib, aku merasakan
perutku terasa kembung dan seperti mau buang air besar namun tidak bisa.
Kemudian setelah itu, aku merasakan sesuatu yang membuatku tidak nyaman lagi.
Perutku tiba-tiba terasa sangat sakit, dan rasa sakit pada perutku menjalar
hingga pinggang. Aku hanya bisa tidur dalam posisi miring sambil memegang
perutku dan menarik paha mendekati dadaku.
Awalnya aku mengira hanya sakit perut
biasa, artinya hanya dikasih minyak angin akan sembuh dengan sendirinya. Namun
aku seperti sudah tidak kuat lagi menahan rasa sakit pada perutku. Om-ku yang
tidak tega melihat aku kesakitan, segera mengeluarkan mobil dari garasi, dan
tanpa ganti baju terlebih dahulu, aku yang kala itu hanya memakai kaos dan
celana kolor pun langsung dimasukan ke dalam mobil untuk segera di bawa ke
dokter.
Di dalam mobil aku hanya bisa
tertidur di jok belakang, tetap pada posisi miring, tangan memegang perut dan
menarik paha hingga mendekati dada. Sedangkan om-ku sudah nampak tergesa-gesa,
sambil menyetir om-ku menyuruhku untuk selalu istighfar. Dan jujur aku tidak tahu bakal dibawa ke dokter mana,
mengingat pada waktu itu kartu BPJS kesehatanku belum jadi.
Mobil parkir pada sebuah rumah dokter
yang membuka praktek, dan waktu sampai di sana aku hanya menunduk dan tetap
memegangi perutku. Ketika om-ku akan mendaftarkanku, Om menyuruhku untuk selalu
istighfar dan bersabar, karena harus
antri. Namun hanya selang beberapa saat, aku segera dipanggil untuk segera ditangani. Dokter
hanya menanyakan keluhanku dan tanpa memberikan suntikan segera dokter
memberikan resep serta disuruh untuk segera meminum obatnya, dan disarankan
segera dibawa ke rumah sakit jika masih merasakan sakit lagi, karena dikhawatirkan
usus buntu.
Mendengar usus buntu aku jadi takut,
karena harus operasi. Aku jadi seperti orang paranoid. Aku kemudian melakukan browsing segala hal tentang usus buntu,
baik tentang gejala, dan cara penyembuhannya. Dan semakin membuatku merasa
takut karena jalan satu-satunya harus dioperasi.
Selang beberapa hari aku masih
merasakan nyeri pada perutku. Kemudian aku meminta saran kepada dokter
poliklinik di tempatku bekerja saat ini. Dokter poliklinik menyarankan untuk di
USG. “Bawa BPJS aja, Kik, nanti
gampang tak bikin emergency” kata
dokter tersebut. Kebetulan aku memang kenal betul dengan dokter tersebut, namun
saat itu aku belum didaftarkan BPJS oleh perusahaan, karena ada kesalahan
dengan data-data yang sudah aku serahkan.
Kemudian aku segera mengambil
keputusan. Aku ijin kepada managerku untuk berobat ke rumah sakit, tentu aku
mendaftar sebagai pasien umum. Karena aku harus tahu, sakit apa aku sebenarnya.
Di rumah sakit aku langsung menuju ke
IGD, diperiksa oleh dokter muda yang cantik. Setelah diperiksa, ada
perasaan tenang ketika dokter muda dan cantik itu berkata “Kemungkinan
ini bukan usus buntu, untuk lebih jelasnya mending tes lab” Dan ketika hendak
tes ke lab, aku bertemu dengan dokter yang mengobatiku ketika aku dibawa om-ku
malam itu, ternyata dokter tersebut juga berdinas di rumah sakit tersebut.
Ada dua hal yang akan di tes
laboratorium; pertama tes darah, untuk mengetahui apakah terjadi infeksi atau
peradangan pada salah satu organ perutku, dan kedua, tes urine, yaitu untuk
mengetes apakah ada masalah dengan ginjal, karena bisa juga sakit kram perutku
terjadi karena adanya batu ginjal. Dan ketika sudah selesai diambil darahnya,
kemudian aku diberi botol kecil sebagai tempat air kencing. Dan ketika petugas
lab, yang lagi-lagi masih muda dan cantik memberikan botol kecil itu,
dengan polosnya aku bertanya “Lha aku ndak merasa mau kencing gimana terusan?”
petugas lab pun menjawab “Minum yang banyak aja, Mas” Jawab petugas lab. Dan
lagi-lagi aku yang polos ini pun bertanya lagi “Kalau sekalian makan, boleh?”
Dengan ramah petugas lab itu menjawab dengan senyum “Boleh, Mas” dalam hati aku
sedikit nggrundel “Pliss Mba, jangan
senyum gitu, kecantikanmu itu lho”
Setelah dilakukan pengambilan sampel
darah dan urine, atau bahasa jawanya uyuh,
Kemudian aku harus menunggu beberapa saat untuk mengetahui hasil lab. Dan baru
setelah beberapa saat aku diberikan hasilnya oleh petugas lab, yang memberikan
hasil lab berbeda dengan yang sebelumnya. Jujur aku tidak bisa membaca hasil
lab, dan aku bertanya dengan petugas lab “Maaf, ini hasilnya bagaimana?”
petugas itu pun menjawab “Untuk hasilnya nanti silakan dibawa ke dokternya
lagi, biar dokternya saja yang menjelaskan”
Aku membawa hasil lab dan menunjukan
kepada dokter yang memeriksaku. Dan membuat aku jauh lebih tenang ketika doker muda
yang cantik itu menjelaskan bahwa hasil lab menunjukan baik, artinya tidak
terjadi apa-apa, jadi aku hanya diberi obat saja untuk tiga hari kedepan. Alhamdulillah aku tidak sakit apa-apa,
dan sekarang tidak merasakan lagi sakit perut yang luar biasa sakitnya, kalau
pun sakit perut itu akibat kebanyakan makan cabai dan mencret.
***
Obrolan di angkringan seputar usus
buntu pun berlanjut. Kebetulan ada juga salah satu diantara perserta “diskusi”
angkringan yang pernah operasi usus buntu. Orang tersebut menjelaskan bahwa
usus itu sekarang sudah dihilangkan, karena sebelumnya pada usus buntu itu
terjadi peradangan.
Mas hik ternyata dari tadi juga mempehatikan
obrolan kami, Mas hik termasuk orang yang memiliki kemampuan multy tasking, karena selain sibuk
melayani pembeli ia juga memperhatikan obrolan kami. Mas hik pun melemparkan
pertanyaan kritisnya “Lha, ususe kui
fungsine opo? Kok dijupuk?” dan orang yang pernah operasi usus buntu pun
menjawab pertanyaan Mas hik “Usus kui
nggak enek gunane, makane dijupuk nggak popo”
Sepertinya Mas hik tidak puas dengan
jawaban orang yang pernah operasi usus buntu tersebut, Dan Mas hik pun akhirnya
mengeluarkan pandangannya mengenai usus buntu. Menurut Mas hik, tidak mungkin
organ tubuh manusia tidak memiliki fungsi, dan Mas hik dalam hal ini lebih
menyakini bahwa hal itu belum ada yang tahu fungsinya, bukan tidak ada
fungsinya. “Mosok Gusti Allah gawe usus
nggak enek fungsine? Terus usus kui mung asesoris? mesti enek, mung durung
ngerti wae fungsine” ujar Mas hik.
Aku lebih banyak mendengarkan kala
itu. Mendengar pernyataan Mas hik, bahwa usus pasti memiliki fungsi, dan hanya
belum ada yang tahu akan fungsinya, menurutku itu adalah sesuatu yang benar,
karena segala sesuatu itu diciptakan pasti ada manfaatnya. Dan mengganggap usus
buntu tidak ada fungsinya juga bukan berarti salah, mengingat ketika usus itu
diambil dari tubuh kita, hal itu juga tidak terjadi apa-apa. Bahkan ketika usus
itu sudah mengalami peradangan justru tindakan yang paling tepat adalah
mengabil usus buntu dari perut.
Suasana malam itu pun menjadi lebih
hangat dengan “diskusi” diantara kami. Aku yang dari tadi hanya diam pun,
diam-diam mulai penasaran apakah benar usus itu memiliki fungsi, kalau memiliki
fungsi kenapa ketika usus itu diambil tidak terjadi apa-apa dan dibenarkan
secara medis ketika ada peradangan pada usus buntu. Kalau usus itu tidak
berfungsi kenapa usus itu ada dalam tubuh kita?
Kemudian dengan sigap aku pun
mengeluarkan handphone dan langsung
bertanya kepada ahlinya. Dokter spesialis? Bukan! aku bertanya langsung kepada
eMbah Google. Aku pun bertanya kepada google dengan menuliskan keyword “fungsi usus buntu” Dari sekian
banyak hasil pencarian google, aku membuka salah satu artikel di wikipedia tentang usus buntu dan membacanya hingga
selesai. Menurut salah artikel yang aku baca, usus buntu awalnya dianggap
sebagai organ tambahan yang tidak memiliki fungsi, namun saat ini telah
diketahui bahwa usus buntu mampu berperan dalam immunnologlobulin atau suatu kekebalan tubuh yang berisi kelenjar
limfoid.
Dan dari referensi yang sudah aku
baca, serta setelah mendengarkan semua pandangan yang ada mengenai usus buntu,
baik pandangan dari Mas hik, selaku pemilik tempat “diskusi”, dan pandangan
dari orang yang pernah operasi usus buntu, aku memberikan kesimpulan dalam
“diskusi” di angkringan malam itu. Usus buntu itu memiliki fungsi, karena pada
dasarnya Tuhan menciptakan sesuatu pasti ada manfaatnya. Kemudian kenapa ketika
usus buntu terjadi peradangan harus dioperasi dengan cara mengambil usus
tersebut dan tidak terjadi apa-apa? Bisa jadi fungsi usus buntu yang sudah
dijelaskan dalam artikel di wikipedia tersebut, juga bisa dihasilkan oleh organ
lain, jadi jika usus buntu terpaksa harus dihilangkan masih ada organ lain yang
berfungsi sama dengan usus buntu. Dan tentu ini adalah diskusi diantara
orang-orang yang tidak kompeten dalam bidang medis, untuk lebih jelasnya,
silakan tanya langsung kepada ahlinya, atau dokter saja.
Mas hik pun segera memecah suasana “Daripada mumet mikir usus buntu sing awake
dewe kie yo mung mudeng-mudengan, hambok iki sate ususe disambi, pengen dibakar
meneh yo siap”