Terkhusus
bagi para pejuang solo-jogja Psiko 2008 entah masuk geng prameks atau tidak,
Luluk, Wendi, Diwen, DP, Novel, Anggi, Desi.
Istilah “geng” (kelompok main, red) mungkin tidak cukup familiar bagi kalian yang masuk esdeh setelah Pak Harto lengser karena
istilah ini populer di kalangan angkatan 80-90an pas jaman-jamannya tontonan lupus atau saras
008 masih berjaya. Saya sebagai anggota 80-an merasa wajib ‘ain memakai istilah geng ini, karena sebagai bagian dari
meneruskan sejarah masa lalu.
Masa lalu atau masa kini kalian tentu pernah
punya geng, bagi kalian yang pernah ngaku sebagai anggota geng populer di kampus,
geng alay tapi gaul, atau geng cabe2an jangan ngaku solid kalau belum ketemu geng yang satu ini. Bagi kalian yang
mengaku sebagai mahasiswa paling terkenal di kampus, punya banyak teman yang mau aja
disuruh, jangan sombong dulu sebelum kenal geng ini. Sebut saja Geng Prameks.
Geng ini sangat populer
di kalangan manusia-manusia pecinta prameks, semacam kereta “under-ekonomi” jurusan pp solo-jogja.
Geng yang cukup bahurekso di stasiun
maupun prameks ini bukan main-main adanya. Saya yang notabene masih anak
ingusan, hanya numpang sebagai outsider dari
geng ini akan berusaha menggunakan metode analisis data fenomenologi (?)
mengungkap tema umum (?) dari pembentukan geng ini.
Perlu
jadi residivis
Geng ini pada dasarnya
kumpulan manusia-manusia pelaku nge-pp prameks solo-jogja. Saking seringnya
melakukan, sampai-sampai mereka jadi residivis nge-pp solo-jogja. Jarak
solo-jogja yang sekitar 65 km dengan waktu tempuh kurang lebih satu jam,
bagi mereka yang sudah jadi residivis barangkali seperti berangkat ke les2an.
Berangkat pagi pulang sore, makanya bagi anda yang berniat akan pergi ke jogja
pagi2 atau pulang ke solo sore2, lebih baik persiapkan mental dan fisik karena
anda akan bertemu dengan mereka para residivis. Ini merupakan prime time terjadinya senggol bacok
bersama para residivis.
Bisa
kerja dalam tim
Tentu yang namanya tim
pasti ada pembagian kerja, hal yang sama terjadi pada geng ini. Eits...jangan salah, meskipun mereka
nggak punya AD/ART tapi mereka paham betul tugas masing-masing. Berdasarkan
pengamatan saya yang sering bengong kalau lagi nunggu kereta, ada beberapa di
antara mereka (diperankan oleh ibu-ibu) bertugas membawa makanan dan satu dua
orang bapak-bapak bertugas membeli tiket. Setengah jam sebelum keberangkatan,
mereka akan berkumpul di salah satu spot favorit
untuk melaksanakan tugas masing-masing, yang bawa makanan bagi-bagi makanan
lumayan untuk sarapan, yang beli tiket bagi-bagi tiket sambil narik uang.
Bahkan, yang lebih luar biasanya, kadang tiket itu dibagikan ketika mereka
sudah di dalam kereta, bapak petugas pembeli tiket akan ngider membagikan tiket. Pembagian tugas ini bukan hal sepele,
karena butuh keikhlasan dan emosi moral agar terjadi kontinuitas pelaksanaan
tanggung jawab (halah).
Wajib
Komunal
Geng ini sudah bisa
dipastikan dipenuhi dengan manusia yang sangat komunal, anggotanya akan
melakukan apapun agar anggota yang lain sejahtera. Ketika prameks dalam prime time senggol bacok, para anggota
geng secara sigap memilih gerbong paling belakang dan bapak-bapak bertugas
memastikan bahwa semua anggota geng memperoleh tempat duduk, jika tidak, mereka
tidak segan-segan memberikan tempat duduknya. TOP. Merasa seperti keluarga
antar anggota geng dan geng lain di dalam stasiun, seperti penjual warung.
Ibu
A : waduh, tempeku lali... (waduh,
tempeku lupa)
(singkat
cerita Ibu A sedang membuka bekal nasinya di kereta, di samping saya).
(Ibu
A kemudian menelepon seseorang)
Ibu
A : Bu, tulung mau tempeku ketinggalan neng warungmu, tulung mengko dititipke
Pak B ya, deknen numpak kereto sing jam 7... (Bu, tolong tadi tempeku ketinggalan di warungmu, nanti
tolong dititipin ke Pak B ya, dia naik kereta yang jam 7...)
Perlu
Outsider
Nah, disinilah peran saya sebagai outsider berguna. Kalau kita baca tulisannya Bang Triplett soal
fasilitasi sosial (?) maka geng ini bisa terbentuk karena adanya arousal dari outsider seperti saya. Saya sebagai outsider dipandang sebagai ancaman yang membahayakan keterjaminan
memperoleh tiket prameks mengingat tiketnya yang terbatas. Untuk itulah,
berdasar hasil analisis saya, inilah yang menjadi sebab musabab geng ini
terbentuk agar bisa mencapai tujuan bersama lebih mudah : terjamin dapat tiket,
terjamin dapat kereta tepat waktu, dan terjamin tidak terlambat masuk kerja.
Keempatnya bisa jadi
alasan kenapa geng prameks patut jadi role
model. Tak perlu cantik/cakep supaya masuk geng populer karena mereka hanya
para residivis pp solo-jogja yang jadi geng karena perasaan senasib. Anda
tertarik masuk geng ini?
Penulis : sikiki,
pejuang mimpi, kebanyakan mimpi karena suka tidur