Beberapa hari yang lalu seorang
teman bertanya kepada saya tentang salah satu topik dari judul di atas. Yaaahh,
sudah pasti bisa ketebak yang mana, You-Know-What.
Apabila istilah di dalam sekolah para penyihir yang paling terkenal, yang bernama
Hogwarts dengan tokoh protagonis utamanya adalah Harry Potter, sedangkan tokoh
antagonis utamanya bernama Lord Voldemort, maaf, maksud saya You-Know-Who. Begitu pula dengan sekolah
para mahasiswa yang paling terkenal, yang bernama Universitas, dengan tokoh yang
ngakunya protagonis utamanya adalah kamu, iya kamu, sedangkan tokoh antagonis
utamanya adalah Skripsi, eh maaf, maksud saya You-Know-What.
Kata-kata sakral tersebut sudah
menjadi kata-kata terlarang yang diucapkan untuk dibahas dengan
mahasiswa-mahasiswa tingkat akhir seperti saya. Disinyalir kata tersebut
memiliki tuah tersendiri yang bernilai magis, (red. mantra) sehingga
dapat membuat lawan yang dilempar dengan mantra tersebut menjadi tertekan. Contoh;
Dia : “Eh, Skripsimu udah sampe mana?”
Saya : “…” *hening sesaat sambil bertahan*
Dia : “…” *mikir*
Saya : *tiba-tiba ngarahin pulpen ke dia sambil ngucapin* “Expecto Patronum ~~~ “ *sambil berharap dia
terbang menjauh*
![]() |
Kayak gini, ekspresinya sama persis |
Nahh, seperti itulah ilustrasi
fiktif apabila seorang mahasiswa tingkat akhir ditanyain perihal itu / Skripsi
/ You-Know-What. Sungguh mantra
tersebut selalu berhasil membuat para mahasiswa akhir seperti mengalami freeze moment atau checkmate dalam
permainan catur atau wasted, buat
para pemain GTA pasti paham.
SARA
Sudah bukan lagi Suku, tapi
Skripsi. Pertanyaan tentang ini sudah mulai menyinggung masalah SARA. Jadi,
rasanya hampir sama ketika ditanyain tentang Skripsi dengan ditanyain tentang
Suku, Agama, Ras, atau Antargolongan. Contoh;
Dia : “Eh, Skripsimu udah sampe mana?”
Saya : “…”
Sama dengan
Dia : “Eh, lu orang Indo yak? Pantes item.”
Saya : “…”
Atau
Dia : “Eh, pelit banget sih lu, keturunan Cina yak?”
Saya : “…”
Dan
Dia : "Lu enak ganteng kayak gua, nah gua, jelek kayak elu!"
Saya : "..." "Avada Kedavra~~~"
Apabila pertanyaan tersebut
dilihat dari sudut pandang mahasiswa akhir (Saya), kurang lebih seperti itu. Ketika
sebuah pembicaraan udah menyinggung-nyinggung unsur SARA emang ngga enak. Apalagi
SARA yang sifatnya destruktif, alias menjatuhkan suatu pihak.
Tapi apabila SARA yang ini bisa
dikelola menjadi SARA yang sifatnya konstruktif. Apabila pertanyaan tersebut
dilihat dari sudut pandang penanya (Dia), kemungkinan besar maksudnya adalah
untuk memotivasi untuk segera diselesaikan tanggungjawabnya, bukan bermaksud
untuk menjatuhkan mental, ataupun semangat.
Kembali lagi kepada individu yang
menyikapi, ambil sebagai Distress,
atau Eustress. Kita semua saling
mengingatkan untuk tanggung jawab yang masih kita emban amanahnya. Entah kepada
agama, masyarakat, diri sendiri, ataupun orang tua. Yang jelas, menyelesaikan
sebuah tanggung jawab itu hukumnya wajib, yang nanti akan dipertanggungjawabkan.
Terimakasih untuk kalian para
penanya yang selalu mengingatkan dan senantiasa menaruh perhatian :’)
Dan, tetap semangat untuk kalian
yang masih memiliki tanggung jawab untuk menyelesaikan =D
Innamal A’malu Binniyat, sesungguhnya suatu perbuatan itu tergantung pada niat. Yukk, awali dengan sebuah niat baik dan semangat, InsyaAllah akan dimudahkan dan diberikan yang terbaik, Aamiin.
Deddy Suryawan – Mahasiswa Psikologi
stasiunkecil.wordpress.com