Teacher’s diary. Salah satu judul film yang
tersimpan di laptop kesayangan saya. Iya, laptop adalah satu-satunya teman
terbaik bagi saya untuk menghabiskan malam minggu. Saya masih ingat betul, film
tersebut saya copy dari Mas Wildan.
Kala itu, niat saya sebenarnya hanya ingin meng-copy film thailand yang berjudul “May who”. Saya penasaran dengan
film itu, karena film tersebut mampu membuat Mas Wildan memposting beberapa
tulisan dari menonton beberapa kali film tersebut.
Teacher’s diary merupakan film drama thailand.
Film tersebut bercerita tentang seorang guru yang ditugaskan di sebuah sekolah
apung. Bisa dibilang sekolah tersebut adalah sekolah pelosok.
Bermula dari
seorang guru wanita yang sangat idealis. Ia ditugaskan untuk menjadi guru di
sekolah apung. Ada alasan kenapa ia ditugaskan di sekolah apung tersebut. Tidak
lain, karena ia memiliki tato kecil di tangannya. Ia menolak untuk menghapus
tato tersebut, dan karena hal itulah ia mulai dianggap tidak bermoral.
Mengingat ia adalah seorang guru, tentu tidak layak seorang guru memiliki tato.
Kemudian, ia “dibuang” untuk menjadi guru di sekolah apung. Ia kemudian
menuliskan segala kegiatannya, mulai dari ketika mulai beradaptasi dengan
sekolah baru tempat ia mengajar, dan menjalani hari-harinya selama mengajar di
sekolah tersebut. Bahkan, ketika suatu hari ia menemukan mayat, juga ia tulis
di diary tersebut.
Buku diary
tersebut sengaja ditinggal di sekolah apung, ketika ia memutuskan untuk
meninggalkan sekolah tersebut. Dan ketika ada seorang guru laki-laki yang
datang untuk mulai mengajar di sekolah apung tersebut. Guru laki-laki tersebut
menemukan diary yang tertinggal di sekolah apung tersebut. Dan dari buku diary
itulah ia seperti menjadikan sebagai buku panduan dalam mengajar dan menjalani
hari-hari sebagai guru di sekolah apung. Dan dari buku diary itu juga, akhirnya
mereka bisa saling jatuh cinta, meski keduanya belum pernah bertatap muka
langsung.
Melihat film
tersebut, membuat saya berpikir tentang profesi guru. Guru menurut saya adalah
pekerjaan yang mulia. Guru bukan hanya sekedar mengajar, tapi juga mendidik.
Dan saya menyesal tidak pernah menyebutkan guru sebagai cita-cita di masa kecil
saya.
Di pertemanan fesbuk.
Saya baru menyadari, bahwa saya memiliki salah satu teman yang kini menjadi
seorang guru yang sedang mengikuti kegiatan sarjana mendidik di daerah tertinggal, terdepan, terluar (SM3T). Saya
mulai tertarik tentang kisahnya ketika ia mulai memposting sedikit hal tentang
kegiatannya selama menjalani masa tugas di wilayah pelosok.
Kalau boleh
jujur, ingatan saya tidak mampu menjangkau siapa teman fesbuk saya tersebut.
Bisa jadi saya tidak mengenalnya, dan hanya sebatas kenal di dunia maya. Bahkan
saya lupa, siapa yang mengirim permintaan pertemanan pertama kali. Namun
demikian, hal itu bukanlah sebuah masalah bagi saya. Karena bagi saya, selama
tidak membuat “gaduh” dengan nge-share
berita yang tidak jelas, ia layak untuk dijadikan teman di media sosial. Karena saya sudah
memblokir teman saya sendiri, karena kebiasaan nge-share link berita yang masih simpang siur dan provokatif, serta
kebiasaan mengklik “like”, atau “share” pada “akun pengemis” media sosial. Bagi
saya untuk menjaga kondisi jiwa agar tetap dalam kondisi waras, orang seperti
itu cukup berteman di dunia nyata saja. Tidak di media sosial.
Dan melalui
media sosial juga, saya sempat melakukan wawancara dengan teman fesbuk saya
yang kini menjalani masa tugas SM3T di wilayah Kalimantan. Berikut petikan
wawancaranya.
Hai, apa kabarnya? Bisa diperkenalkan secara singkat tentang
diri Anda terlebih dahulu?
Kabar baik, Mas. Okey. Nama saya Ambar Ayu Hendra Siwi, atau biasa disapa Ambar. Saya berasal dari Sukoharjo. Saya alumni Universitas Negeri
Yogyakarta program studi Pendidikan Biologi angkatan
2011. Sekarang saya sedang menjalankan tugas SM-3T angkatan VI di Kabupaten
Melawi, Kalimantan Barat.
Kemudian untuk latar belakang pendidikan Anda?
Saya
dulunya SD di sebuah sekolah dasar yang tak jauh dari tempat tinggal saya,
kemudian melanjutkan ke SMP N 1 Cawas, lulus sekitar tahun 2008. Kemudian waktu SMA saya
diterima di SMA N 1 Sukoharjo, lulus tahun 2011. Dan karena berbagai
pertimbangan saya memutuskan untuk melanjutkan kuliah di Jogja, yaitu UNY ambil
jurusan pendidikan biologi. Dan lulus pada tahun 2015.
Apa cita-cita Anda waktu kecil? Apakah menjadi seorang guru
adalah cita-cita Anda dari kecil?
Awalnya saya bercita-cita menjadi seorang tenaga
kesahatan (dokter/perawat). Cita-cita menjadi seorang guru baru muncul ketika saya duduk di
bangku SMA. Kenapa guru? Karena saya ingin berbagi ilmu dan ilmu seorang guru
akan terus berkembang. Menurut saya, guru adalah pekerjaan yang ideal untuk
perempuan, mengingat jam kerja guru hanya saat jam anak sekolah sehingga saya bisa
bekerja tanpa melalaikan tugas rumah tangga ketika saya sudah berkeluarga
nanti.
Ohiya, Anda tadi
menyebutkan bahwa Anda waktu kuliah ambil jurusan pendidikan biologi, kalau boleh tahu apa alasan Anda memilih jurusan itu?
Sebagian orang berpendapat bahwa biologi adalah pelajaran
hafalan yang membosankan, tapi itu tidak berlaku bagi saya. Biologi adalah
pelajaran yang menarik dan unik. Segala hal yang berkaitan dengan kehidupan
dipelajari dalam biologi.
Bisa dibilang anda mengambil kuliah di jurusan keguruan.
Kemudian yang menjadi pertanyaan saya, apa yang pertama kali Anda
pikirkan setelah lulus dan wisuda dari bangku kuliah?
Setelah lulus mau apa? Jujur setelah dinyatakan lulus dan
wisuda saya belum punya rencana apa dan kemana. Yang dipikiran saya adalah saya
harus segera memanfaatkan ilmu yang saya punya.
Anda juga bercita-cita menjadi seorang PNS seperti kebanyakan orang?
Ya, saya ingin menjadi PNS sebagai pekerjaan utama namun
tidak menutup kemungkinan saya menjalani karier saya di non-PNS.
Setelah lulus kuliah Anda pernah mengajar di sekolah?
Saya lulus April 2015 dan wisuda Mei 2015, bulan Juni 2015
saya menjadi Guru Tidak Tetap (GTT) di salah satu SMP Negeri di Kecamatan
Weru,Sukoharjo. Saya mengajar selama kurang lebih setahun, yang kemudian saya
memutuskan mendaftar SM-3T.
Sebagai orang yang pernah menjadi tenaga pengajar. Menurut Anda, bagaimana
pandangan Anda tentang kinerja guru, ketika kini seorang guru seakan sedang berlomba-lomba untuk mengejar sertifikasi?
Hmmm, jujur saya juga melihat fenomena itu. Sekarang ini guru-guru seakan-akan berlomba-lomba mengejar
sertifikasi. Mereka rela mengajar di lebih dari satu sekolah untuk memenuhi jam
mengajar agar mendapatkan tunjangan sertifikasi. Seharusnya hal tersebut
dibarengi dengan peningkatan kinerjanya. Gaji maksimal, kerja juga harus
maksimal. Kasihan calon-calon guru diluar sana banyak yang “terpaksa mengalah”
karena jam mengajar diambil guru-guru yang mengejar sertifikasi.
Kemudian kabarnya Anda mengikuti program semacam sarjana mengajar
untuk ditempatkan di pelosok negeri, bisa dijelaskan program apa itu?
Program SM-3T (Sarjana Mendidik di Daerah Tertinggal,
Terdepan, Terluar) adalah salah satu program di bawah naungan kemendikbud yang
memberikan kesempatan kepada sarjana-sarjana kependidikan untuk berpartisipasi
dalam percepatan pembangunan pendidikan di daerah yang tergolong 3T selama satu
tahun. Perlu digarisbawahi bahwa SM-3T tidak menjamin langsung diangkat menjadi
PNS. Setelah selesai SM-3T, peserta mendapat beasiswa PPG (Pendidikan Profesi
Guru). Setelah lulus PPG, peserta dapat memilih untuk mengikuti CPNS umum
(tanpa hak khusus) atau CPNS khusus SM-3T (dikenal dengan Program Guru Garis
Depan).
Apa yang membuat anda tergugah untuk mengikuti program itu?
Saya mengetahui program ini saat saya ditengah tahun
perkuliahan, saya banyak mendengar cerita-cerita dari dosen yang menjadi salah
satu tim monitoring SM-3T UNY. Saat itulah muncul ketertarikan dan mulai
membicarakan dengan beberapa teman yang ingin mengikuti program tersebut.
Bahkan saya sudah menceritakan niat saya untuk mengikuti program tersebut. Pendaftaran
angkatan ke V dibuka bulan Juni 2015, saat itu saya sudah lulus tetapi orangtua saya
belum mengijinkan karena berbagai hal. Barulah di tahun 2016 ini saya diijinkan
orangtua saya untuk melanjutkan impian saya yang tertunda. Ada beberapa benefit
yang bisa saya dapatkan dengan mengikuti program ini, antara lain uang saku
tetap selama satu tahun, gratis biaya akomodasi pemberangkatan dan penarikan ke
daerah asal, jalan-jalan ke pelosok negeri.
Dan tentu pengalaman yang tidak semua orang
bisa mendapatkan, dan yang paling utama adalah beasiswa PPG.
Orangtua sempat tidak mengijinkan? Kemudian, bagaimana reaksi orangtua Anda ketika mereka mengetahui bahwa anak perempuannya lolos seleksi untuk mengikuti
program SM3T itu?
Jujur, awalnya saya ingin
mendaftar secara “diam-diam” dan akan memberi tahu orangtua jika saya lolos
seleksi tahap pertama, mengingat tahun lalu saya belum diizinkan. Dil uar dugaan, orangtua saya justru
sudah tahu bahwa ada pendaftaran SM-3T angkatan VI dan mendorong saya agar ikut
program tersebut. Orangtua dan keluarga sangat mendukung dan memotivasi
perjuangan saya mengikuti program ini.
Kalau pacar Anda? Protes nggak
kira-kira ketika Anda memutuskan untuk mengabdi di pelosok negeri? hehehe
Pacar yang baik adalah pacar yang akan mengijinkan dan mendukung
pasangannya untuk mengejar cita-citanya. Kalau punya pacar dan diijinkan ya
syukur alhamdulillah, kalau tidak diijinkan, udah putusin aja hahaha
Ternyata sadis juga ya, hehehe. Okey, kembali lagi ke pertanyaan selanjutnya. Anda sekarang ditempatkan di
wilayah mana? Seberapa terpencil kah daerah
penempatan Anda?
Saya ditempatkan di Kabupaten Melawi, Kalimantan Barat,
kurang lebih 10 jam dari kota Pontianak. Saya bertugas di Kecamatan Sayan,
tepatnya di SMP N 8 Satu Atap Sayan. Saya kurang setuju apabila daerah saya
bertugas dikatakan terpencil karena masih terjangkau kendaraan, listrik (jam 5
sore sampai jam 6 pagi) dan sinyal.
Hanya saja pembangunan infrastruktur belum merata, jalan rusak parah dan fasilitas
masih sangat terbatas. Jadi, daerah saya bertugas lebih tepat dikatakan sebagi
daerah tertinggal.
Bagaimana Anda menjalani hari-hari Anda di sana, di tengah
ketertinggalan daerah tersebut?
Saya mulai menikmati hidup disini, hidup yang sederhana.
Terbiasa tanpa listrik disiang hari, terbiasa makan seadanya, karena di sini susah
mendapatkan sayur, beruntungnya di sini tidak sulit mendapatkan air
bersih.
Di daerah penempatan Anda,
di sana adalah tempat baru bagi Anda, Bukan hanya letak geografis yang berbeda,
dari segi budaya pun tentu juga berbeda. Bagaimana Anda menyesuaikan diri
dengan kondisi tersebut?
Saat ini saya memasuki bulan ketiga berada di daerah
penugasan. Saya tinggal dengan orangtua asuh. Saya harus bekerja ekstra karena
mayoritas masyarakat menggunakan bahasa kampung (bahasa
daerah) dan kemampuan berbahasa Indonesia
masih rendah. Awalnya saya hanya mendengar, lama-lama saya paham dan sedikit demi sedikit saya bisa
berkomunikasi dengan bahasa kampung. Selain itu, masyarakat di sini kalau bebicara volumenya agak keras, kalau di
Jawa berbicara dengan volume keras diartikan dengan marah tetapi berbeda dengan
disini. Daerah saya bertugas adalah daerah hulu yang banyak riam (sungai),
masyarakat harus berbicara dengan volume keras agar tidak kalah dengan suara
arus sungai, terlebih bagi mereka yang bekerja di sekitar
sungai.
Hal menarik apa saja yang Anda temuai di sana?
Banyak
hal-hal yang menarik yang saya temukan di sini baik dari segi sosial, budaya
sampai kuliner. Seperti penggunaan sampan sebagai salah satu alat transportasi antar
desa. Seni mencari sinyal, terkadang sinyal hanya ditemukan di spot-spot
tertentu seperti menempel di dinding/tembok.
Tinggal di rumah panggung. Bakar lahan, kegiatan membuka lahan
untuk ditanami padi. Kuliner yang tidak biasa, seperti tunas pakis, umbut sawit,
ujung batang rotan muda, tempoyak (hasil fermentasi durian), buah rotan, dan
aneka awetan ikan. Bahkan sampai
kegiatan bersiri, kalau di Jawa bersirih atau lebih dikenal dengan istilah nginang, hanya dilakukan oleh
eyang/simbah tetapi di sini dari
remaja sudah dibiasakan bersirih dan menjadi semacam rutinitas. Minum air langsung dari sumber mata
airnya. Masyarakat di sini terbiasa mengkonsumsi air minum tanpa dimasak dulu yang
diambil dari sumber mata airnya seperti diantara bebatuan yang berada di tepi
jalan.
Rencananya, sampai kapan Anda akan mengabdi di sana?
Saya bertugas di sini selama satu tahun, terhitung dari bulan
September 2015.
Bagaimana kesan-kesan Anda setelah beberapa hari hidup di
sana? Bisa diceritakan, tentang kehidupan orang-orang di sana, kemudian aktifitas
ketika mengajar di sana dan lain
sebagainya.
Masyarakat di sini menyambut kedatangan saya dengan tangan
terbuka, mereka mengajarkan saya berbagai hal, memperkenalkan kehidupan mereka,
mengajak saya untuk mengikuti kegiatan mereka seperti Yasinan rutin malam jumat
dan masak bersama. Begitupun dengan guru dan siswa di sekolah tempat saya
bertugas, mereka menerima saya dengan hangat. SMP N 8 Satu Atap Sayan adalah
salah satu sekolah yang tertinggi di Kecamatan Sayan. Kenapa? Karena letaknya
di atas bukit, kita harus naik tangga seadanya untuk sampai di sekolah. Hanya
ada 8 guru (termasuk Kepala Sekolah dan Kepala TU) serta 53 siswa dari kelas
VII-IX. Kendala yang saya hadapi adalah rendahnya kemampuan anak-anak dalam
berbahasa Indonesia. Selain itu fasilitas sekolah sangat terbatas, kami
kekurangan buku dan media pembelajaran. Siswa hanya belajar dengan buku tulis
dan LKS, tidak ada buku paket yang memadai.Di sekolah ini hanya ada 3 ruang kelas, ruang guru sekaligus ruang TU,
ruang kepala sekolah, perpustakaan, dan 1 toilet, itupun banyak yang mengalami
kerusakan di sana-sini. Di tengah keterbatasan itu para siswa tetap semangat
belajar mengejar impiannya. Mereka bukan sekedar anak didik saya tetapi juga
teman saya. Mereka mengajarkan saya arti kesederhanaan dan cara menghargai
kehidupan.
Dan ini pertanyaan terakhir, apa harapan Anda untuk
pendidikan di Indonesia?
Harapan saya untuk pendidikan di Indonesia adalah tidak ada
lagi anak yang putus sekolah, tidak ada lagi sekolah yang ditutup dan
pendidikan minimal adalah SMA. Untuk pemerintah pusat sesekali tengoklah ke
daerah 3T, lihatlah keadaan kami, Indonesia bukan hanya ada yang di kota.