![]() |
Ilustrasi |
Kata salah satu teman saya, yaitu si Panjul, tanda orang yang
sedang jatuh cinta, adalah. Mendadak orang tersebut menyukai film drama. Terlebih
dengan film drama romantis. Apa benar dengan yang dikatakan si Panjul, teman saya
yang sedkit bajingan itu? Entahlah, saya pikir setiap orang memiliki
caranya sendiri dalam menikmati masa-masa indah itu.
Sahabat saya yang terlalu gapleki
jika saya sebutkan namanya, ia bahkan memiliki sebuah lagu khusus untuk
mengiringi suasana hatinya yang sedang dirundung cinta. Lagu dari anak Ahmad
Dhani yang kerap disapa Al, berjudul “Kurayu Bidadari” seperti menjadi lagu
wajib karena ia dijadikan playlist
tunggal yang ia putar berulang-ulang ketika ia mendengarkan musik baik melalui laptop maupun hape-nya. Padahal, setahu
saya selera musiknya bisa dibilang tidak lebih baik dari saya.
Beberapa hari yang lalu, jam tidur saya benar-benar dalam
keadaan kacau. Karena ada longshift,
saya pulang kerja sekitar pukul 07.00 pagi. Dan ketika saya mencoba untuk balas
dendam dengan tidur seharian. Sekitar pukul 10.00 pagi, terdengar suara dering hape yang memaksa saya untuk terbangun
dan mengangkatnya. Maklum telepon dari nomor kantor, mau tidak mau saya harus
mengangkatnya meski saya masih dalam keadaan mengumpulkan nyawa. Sialnya,
gara-gara telpon itu, saya tidak bisa tidur lagi.
Meski sudah saya paksa untuk mandi, ternyata tidak mampu
membuat badan saya kembali segar. Saya malamnya tidak tidur, sempat tertidur
tapi terbangun dan saya tidak bisa tidur lagi, padahal baru tidur selama 3 jam.
Hingga sore hari, saya hanya klumbrak-klumbruk
dan malas melakukan kegiatan apapun. Badan saya masih kelet dengan kasur,
meski mata tidak ingin terpejam. Saya hanya bermain hape, membaca apa yang terlewatkan di grup wasap, sambil membalas chatting
yang masuk.
Ketika malam tiba, ternyata lebih apes lagi, niat saya untuk tidur lebih awal mampu terlaksana. Meski
pada akhirnya saya terbangun dan kesulitan untuk tidur lagi. Hal itu mungkin
dikarenakan jam tidur saya yang sedang kacau. Beberapa hari sebelumnya saya
tidak tidur di malam hari. Saya benar-benar bingung mau melakukan apa.
Akhirnya saya memutuskan untuk menonton tv. Bisa dibilang
saya sangat jarang menonton tv. Jika sedang di rumah, channel favorite saya adalah net. TV, namun malam itu tidak ada
acara yang bagus. Hingga saya hanya mengganti-ganti channel televisi seperti orang bingung.
Setelah menggonta-ganti channel
tv, pilihan saya jatuh pada sebuah film india. Film dengan genre drama yang berjudul “2 States”. Film tersebut diadopsi dari
sebuah novel yang menurut sumber yang saya baca, novel yang laris di India
sana.
“2 States” bercerita tentang sepasang manusia, yaitu Krish
yang berperan sebagai tokoh laki-laki, dan Anahaya sebagai tokoh perempuannya
(Mohon dikoreksi jika saya keliru dalam menyebutkan naman tokohnya). Mereka
dipertemukan dalam sebuah kampus. Dua orang yang memiliki latar belakang budaya
yang berbeda, meski mereka sama-sama hidup di negara India. Pertemuan yang
bermula dalam sebuah makan siang, kemudian keduanya menjalin hubungan hingga
lulus kuliah.
Konflik mulai muncul ketika dalam acara sebuah wisuda. Kedua
orangtuanya sama-sama memiliki padangan yang negatif terhadap budaya dari kedua
orang tua mereka. Mereka semua menganggap bahwa budayanya lah yang lebih baik
dari budaya yang lain.
Hingga keduanya mulai bekerja. Akhirnya, Krish, tokoh
laki-laki dalam film tersebut memutuskan untuk bekerja di kota sang kekasih.
Tujuannya tidak lain agar ia dekat dengan sang kekasih, dan untuk mengambil
hati sang calon mertua. Krish yang awalnya dibenci oleh orang tua Anahaya
(tokoh wanita dalam film tersebut) perlahan tapi pasti, orangtua Anahaya mulai
simpatik dengan Krish. Bahkan, dalam misi mengambil hati sang calon mertua, ia
rela menjadi guru privat IT untuk adik sang pacar.
Ketika krish sudah mampu mengambil hati sang calon mertua.
Kemudian si Krish juga mengajak sang kekasih untuk menghadiri acara pernikahan
sepupunya. Orangtua krish awalnya juga tidak menyukai Anahaya. Kemudian, sama
apa yang dilakukan krish terhadap orangtua Anahaya. Anahaya pun juga melakukan
hal-hal yang membuat orangtua krish simpatik terhadapnya.
Apakah setelah masing-masing orangtua sudah bisa menerima
calon mantu, masalah sudah selesai? Belum! Masih ada satu masalah lagi. Menikah
bukan hanya menyatukan dua manusia, tetapi dua keluarga. PR mereka kini adalah
bagaimana masing-masing orangtuanya mampu menjalin keakraban selayaknya
hubungan antar dua besan. Kedua orang tua, baik orangtua krish maupun Anahaya,
keduanya mengklaim bahwa budaya dari daerahnya lah yang lebih baik. Hingga
keduanya keluarga tersebut terkadang terlibat dalam perselisihan.
Dan untuk lebih jelasnya silakan lihat sendiri di youtube aja
ya? Hehehe J
***
Menonton film, apalagi film yang ada di telivisi, tentu akan
sedikit menyebalkan karena terkadang akan ada jeda iklan yang mengganggu
jalannya film. Namun, malam itu saya benar-benar menikmati fillm drama India tersebut.
Saya tidak tahu apakah hal ini berkaitan dengan suasana hati saya, namun saya
sedang mencari hiburan untuk menghabiskan malam itu.
Menonton film drama tersebut, ingatan saya langsung tertuju
pada sebuah Novel yang sudah saya baca hingga khatam. Novel yang merupakan
pemenang sayembara menulis novel versi Dewan Kesenian Jakarta. Novel karangan
Mahfud Ikhwan yang berjudul “Kambing dan Hujan”
Baik “2 States” maupun “Kambing dan Hujan”, dari segi konflik
memiliki kesamaan. Yiatu ketika hubungan antara dua manusia yang sedang
kasmaran harus terhalang oleh perbedaan pandangan antar kedua orangtua
tersebut. “Kambing dan Hujan” disajikan lebih menarik, karena konflik yang
terjadi sangat dekat kehidupan di masyarakat kita saat ini. Yaitu mengangkat
kisah percintaan antara dua pemuda, yaitu Mif yang merupakan seorang pemuda
Muhammadiyah, dan Fauzia yang merupakan seorang NU.
Seperti yang kita ketahui dua organisasi tersebut memang kerap
memiliki perbedaan pendapat, seperti pandangan mengenai qunut saat sholat shubuh dan perkara Tahlilan untuk orang yang
sudah meninggal, serta tekadang dalam menentukan awal puasa dan menentukan hari
raya lebaran pun berbeda pendapat.
Menarik memang, membaca “Kambing dan Hujan” membuat saya
seperti melihat film dengan latar kehidupan sebuah kampung. Sebuah kampung yang
memiliki dua masjid, yaitu masjid utara dan masjid selatan, dimana kedua masjid
tersebut diimpin oleh dua orang yang dulunya adalah seorang sahabat.
Iya, ayah Mif dan ayah Fauzia dulunya adalah seroang sahabat
yang akrab, karena kondisi ekonomi, ayah Fauzia bisa mengenyam pendidikan
hingga pesantren, sedangkan ayah Mif, meski ia secara ekonomi tidak mampu
melanjutkan pendidikannya, namun ia memiliki semangat yang tinggi untuk
mempelajari agama. Keduanya kemudian memiliki dua pandangan yang berbeda, yang
mana ayah Mif menjadi lebih condong ke Muhamaddiyah, sedangkan ayah Fazia ke NU.
Berawal dari sebuah pertemuan di sebuah Bus, kemudian baik Mif
dan Fauzia saling bertukar alamat email, saling bertukar kabar, keduanya saling
mengadu kasih. Dan memperjuangkan cinta mereka bersama, di tengah perbedaan
pandangan mengenai kedua orangtua mereka.
***
Apa yang bisa kita ambil dari kedua drama tersebut? Iya,
tentang bagaimana mereka memperjuangkan cinta mereka. Ketika mereka sudah
saling menyakini satu sama lain, mereka akan berjuang bersama. Mereka berjuang
dengan caranya sendiri, saling meyakinkan kedua orangtua mereka, kemudian
meyakinkan satu sama lain.
Cinta tidak mungkin hanya bisa diperjuangkan oleh salah satu
pihak saja. Meski baik antara Krish dan Anahaya, serta Mif dan Fauzia hampir
putus asa, karena sempat terbesit pikiran ingin kawin lari. Namun, hal itu
mampu ia urungkan dengan berjuang bersama. Karena kawin lari bukanlah solusi
atas masalah mereka, tidak mungkin mereka akan bisa bahagia karena hal itu
hanya akan membuat orangtua mereka kecewa jika tetap kawin lari. Dan saling menyakinkan
kedua orangtua masing-masing, serta bagaimana cara ia mengambil hati sang calon
mertua lah yang bisa mereka lakukan.
Saya kira itu saja yang bisa saya ambil dari kedua drama
tersebut. Saya tidak tahu apakah penulis Kambing dan Hujan juga terinspirasi
dari “2 States” ketika menulis “Kambing dan Hujan”, karena menurut beberapa
tulisan yang saya baca, penulis “Kambing dan Hujan”, yaitu Mahfud Ikhwan, seseorang
yang gemar menonton film India. Bahkan baru-baru ini ia juga menerbitkan sebuah
buku yang berjudul “Aku dan Film India Melawan Dunia”
Dan cinta, iya cinta. Tidak mungkin jika hanya diperjuangkan
seorang diri.
“Cinta tak akan bisa ketika hanya diperjuangkan seorang diri,
karena kata Sujiwo Tedjo, berjuang tak sebercanda itu”