Kita belajar banyak hal dari
kehidupan dunia ini. Dari para pelaku, guru kehidupan yang telah mengalami
rentetan episode kehidupan lebih banyak daripada kita. Bapak ibuk kita, kakek
nenek kita atau orang tua kita dimanapun ia berada adalah guru kehidupan bagi
kita. Tidak dengan pelajaran yang rumit seperti yang dirasakan di bangku sekolah.
Namun cukup dengan pesan sederhana yang penuh makna.
Suatu hari, simbah pernah
berpesan kepada kami.
“Le, wong urip iku, ojo dadi wong
sing senenge rebutan bener. Yen senenge rebutan bener, ora bakal rukun uripe.
Nyawang kono salah, nyawang kono salah neh. Bener’e nggon awake dewe kabeh. Yen
pengen uripe adem tentrem, dadio wong sing senenge rebutan salah.”
Pesan sederhana dari simbah ini
sedikit aneh kedengarannya. Kebanyakan dari kita selalu berlomba-lomba untuk
menjadi yang benar. Berusaha untuk menjadi
baik, tanpa cela atau noda. Kita tidak mau menjadi salah, disalahkan atau
mengakui kesalahan. Bisa jadi karena gengsi, atau bisa jadi karena tidak mau
menanggung malu. Walaupun sebenarnya kita tidak sebaik yang kita bayangkan.
Simbah kemudian menjelaskan,
bahwa dengan Rebutan Salah, kita
tidak akan mudah mengklaim bahwa kita adalah selalu yang paling benar dan orang
lain selalu salah. Bisa jadi dalam memandang sesuatu, kita memiliki pendapat
yang benar tetapi ada titik kesalahan didalamnya. Bisa jadi pula orang lain
berpendapat salah, namun didalamnya ada kebenaranya.
Rebutan salah menurut simbah harus dilakukan, agar ada sikap
toleransi dan saling menghargai. Agar dalam hidup berkeluarga, bermasyarakat ada
ketenangan, keamanan dan ketentraman. Bisa jadi orang lain berbuat kesalahan,
kemudian karena kita menegur dengan cara yang kurang baik sehingga menjadikan
ia menolak kebenaran yang kita sampaikan.
Maaf, aku yang salah..
Dengan rebutan salah, kita
kemudian akan mengedepankan sikap yang santun. Tidak mencela atau beruat dzalim
kepada orang lain. Tidak mudah menaruh prasangka dan curiga, tidak menilai
sesuatu dari apa yang terlihat saja. Namun kita saling berlomba-lomba untuk
meminta maaf terlebih dahulu atas kesalahpahaman yang ada. Kemudian berusaha
memperbaiki keadaan dengan saling mengingatkan dengan cara yang baik.
Rebutan salah juga berarti bahwa
diri kita harus senantiasa berlomba untuk introspeksi diri. Bermuhasabah atas
apa yang telah kita kerjakan kemudian melakukan perbaikan hari demi hari. Setiap
apapun yang kita kerjakan perlu untuk dimuhasabahi. Dipertanyakan ulang ke diri
kita, Apakah merugikan orang lain? Adakah orang yang tersakiti karena perbuatan kita? Sudah benarkah caranya? Sudah ikhlaskah
niatnya?
Pantaslah jika Hasan al Bashri
pernah mengatakan, “Istighfar kami membutuhkan untuk diistighfari kembali”.
Semoga kita termasuk dalam
golongan manusia yang senantiasa bermuhasabah, merasa dirinya kurang, jauh dari
kebaikan sehingga saling mengingatkan dan memotivasi dalam kebaikan.
20180206
Tidak ada komentar:
Posting Komentar